Wednesday, March 20, 2019

TUHAN GEMBALA YANG ADIL

Nats: Yeremia 23:1-6


Pendahuluan
            Pada tanggal 31 Mei 2018, BBC News Indonesia memberitakan mengenai seorang Pengkhotbah di Amerika Serikat yang meminta jemaatnya untuk membelikan pesawat pribadi untuknya. Alasannya adalah karena sang Pengkhotbah yakin bahwa Tuhan menyuruhnya membeli pesawat Dassault Falcon 7X seharga US$54 juta atau sekitar Rp750 miliar. Berita tersebut mencatat bahwa pesawat yang akan dibeli tersebut merupakan pesawat pribadi keempatnya. Apa yang dilakukan oleh Pengkhotbah tersebut hanyalah salah satu contoh begitu banyaknya pemimpin rohani zaman ini (Pendeta, Pengkhotbah, Penginjil, Gembala, dst.) yang lebih banyak berfokus menggembalakan dirinya sendiri daripada umat Allah. Peristiwa semacam ini tidak hanya terjadi di zaman akhir ini, tetapi jauh sebelumnya di dalam Perjanjian Lama, Tuhan sudah sering menegur para pemimpin rohani yang hanya memikirkan diri dan kenyamanannya.
            Domba dan gembala sering kali dipakai secara metafora atau kiasan di dalam Alkitab, baik PL maupun PB untuk menggambarkan hubungan Allah dengan umat-Nya. Di dalam Alkitab, domba sebagai kiasan bagi umat Allah digambarkan sebagai sosok yang tidak berdaya, bergantung, mudah tersesat (Yes. 53:6), butuh dituntun (Bil. 27:17, Maz. 23). Oleh karena itu, umat Allah membutuhkan gembala yang menuntun mereka. Tentu saja Sang Gembala Agung mereka adalah Allah sendiri, namun Allah memakai para pemimpin bangsa Israel (raja, nabi, imam, dsb) untuk menjadi representasi Allah di tengah-tengah umat-Nya untuk menggembalakan mereka.
            Gembala yang dalam bahasa Ibrani adalah ro’eh dan dalam bahasa Yunani adalah poimen/poimaino memiliki pengertian sebagai seorang yang memberi makan, memimpin/menggembalakan di padang gurun, merawat dan memelihara.
           
Celakalah Para Gembala Israel
            Perikop Yer. 23:1-6 diawali dengan teguran keras dari Tuhan terhadap para pemimpin Israel yang tidak menjalankan tugas penggembalaan mereka dengan benar. Para pemimpin yang seharusnya memimpin, merawat, menjaga, memelihara dan membimbing justru menghancurkan dan mencerai-beraikan umat Allah sebagai kawanan domba gembalaan mereka. Kata ”hilang” dan ”terserak” dalam ayat 1 memakai istilah destroying and scattering dalam NIV. Artinya mereka tidak hanya membiarkan atau mengabaikan umat Allah sebagai tindakan pasif tetapi ada tindakan aktif untuk menghancurkan mereka. Gembala-gembala seperti ini Tuhan sebut sebagai gembala-gembala yang jahat. Kondisi seperti ini mirip dengan apa yang terjadi terhadap umat Allah di Yeh. 34. Para gembala Israel dikatakan hanya mengambil keuntungan pribadi dari domba-domba Allah tetapi mereka tidak menggembalakannya. Mereka aktif mendatangkan keuntungan bagi diri mereka dari domba-domba tetapi pasif bahkan abai dalam menjaga dan memelihara mereka.
            Terhadap para gembala yang jahat ini Tuhan akan membalas perbuatan mereka, bahkan dalam Yeh. 34 Tuhan sendiri akan menjadi lawan mereka dan menuntut pertanggung jawaban atas mereka. Baik di Yer. 23 maupun di Yeh. 34 sama-sama firman Tuhan berkata bahwa gembala-gembala yang jahat dan tidak adil tersebut akan dicopot dan dilengserkan oleh Tuhan dan digantikan dengan gembala-gembala yang baru, yang diharapkan dapat menggembalakan mereka dengan baik.
            Namun, yang paling menghibur adalah janji Tuhan kepada umat-Nya bahwa Ia akan ”menumbuhkan Tunas adil bagi Daud” yaitu seorang yang akan bangkit dari keturunan Daud yang disebut sebagai ”Tuhan keadilan kita” (The LORD our righteousness). Tentu saja ini merupakan nubuat tentang kedatangan Mesias yang akan menggembalakan umat-Nya dengan adil dan benar. Sang Gembala yang dijanjikan ini akan memerintah atau menggembalakan umat Allah dengan bijaksana, tidak seperti para pemimpin Israel yang hanya memikirkan diri sendiri dan tidak menghiraukan keadilan dan kebenaran Allah. Sosok gembala yang dijanjikan ini tergenapi sepenuhnya dalam diri Yesus Kristus, sehingga Ia sendiri menyebut diri-Nya sebagai Gembala yang Baik dalam Yoh. 10:1-21. Kontras dengan gembala-gembala Israel, apa yang dilakukan Sang Gembala Agung dapat dirangkum dalam dua hal.

Membangun Relasi yang Intim dengan Domba-domba-Nya
            Yesus Kristus tidak seperti gembala-gembala Israel dan gembala-gembala zaman kini yang hanya mengambil dan menikmati keuntungan, kedudukan, kuasa dan popularitas dari jemaat Tuhan. Tuhan Yesus justru membuka diri dan mendekatkan diri untuk menjalin relasi yang intim dengan umat-Nya. Relasi yang intim ini digambarkan sangat indah di dalam Yoh. 10:1-6, 16, yaitu bahwa domba mendengar suara Sang Gembala (Yesus) dan Sang Gembala memanggil domba-Nya masing-masing menurut namanya. Ini adalah penggambaran relasi yang sangat dalam antara Yesus Kristus dengan orang percaya. Jika seorang gembala dapat memanggil domba-dombanya menurut namanya, sudah pasti Sang Gembala sangat peduli, perhatian dan mengamati dombanya. Ia sangat mengenal domba-dombanya, demikian juga sebalik (ay. 14). Di dalam relasi dengan dombanya, seorang gembala juga harus menjadi panutan yang berjalan di depan orang-orang yang dibimbingnya (ay.4).

Mengorbankan Diri untuk Domba-domba-Nya
            Tugas utama seorang gembala adalah merawat dan memelihara domba-dombanya. Inilah yang dilakukan oleh Yesus Kristus sebagai gembala yang baik. Seorang gembala yang baik seharusnya merawat dombanya dengan mencukur bulunya bukan memerasnya dengan mengulitinya. Seorang gembala juga berkorban memberi rasa aman untuk domba-dombanya, sehingga Tuhan Yesus berkata ”Akulah pintu” (Yoh. 10:7, 9). Pintu menjadi pelindung yang memberi rasa aman kepada orang-orang yang ada di dalam kawanan domba. Yesus Kristus juga memberi hidup dan kelimpahan kepada domba-domba-Nya (ay. 9-10). Dan semua jaminan ini diberikan oleh Yesus Kristus dan diwujudkan dengan mengorbankan seluruh hidup dan nyawanya kepada domba-domba-Nya dan seluruh umat manusia (ay. 11, 17).
            Seorang gembala, pemimpin, pembimbing yang baik akan mengorbankan diri, waktu, tenaga, perasaan untuk orang-orang yang dipimpin atau digembalakannya, bukan mengorbakan orang-orang dibawah asuhannya untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri. Oleh karena itu, sebagai kontras dari gembala-gembala yang menghancurkan dan mencerai-beraikan umat Allah, maka karakter yang ditonjolkan oleh Yesus Kristus sebagai gembala yang baik adalah kelembutan, kepedulian, kepekaan, memelihara/merawat. Sekalipun seorang gembala dapat menggunakan tongkat untuk membimbing dombanya atau bahkan mematahkan kaki dombanya yang nakal, tetapi di sini sifat kelembutan dan mengayomi lebih dominan sebagai sifat dan karakter utama seorang gembala.

Aplikasi bagi Orang Kristen
            Sebagai orang Kristen, apa aplikasi firman Tuhan ini dalam kehidupan kita?

  1. Jika Yesus adalah Gembala yang baik, apa yang mesti kita takutkan dan kuatirkan? Apa pun yang kita alami dalam kehidupan kita hari ini, kita tidak perlu takut dan kuatir sebab kita memiliki gembala yang begitu dekat dengan kita dan yang akan memelihara kita dari berbagai tantangan hidup. Bahkan di dalam lembah kekelaman pun kita tidak perlu takut sebab Tuhan beserta kita (Mzm. 23). Di adalah gembala yang adil, benar, baik dan setia di dalam kondisi apa pun yang kita alami. 
  2. Kita juga dapat menjadi “gembala-gembala kecil” untuk “domba-domba” di sekitar kita. Firman Tuhan berkata, “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu… (1 Pet. 5:2). Firman Tuhan ini berlaku tidak hanya bagi para pemimpin rohani tetapi juga bagi semua orang percaya. Dalam lingkup keluarga, pekerjaan, pelayanan, pergaulan, mungkin ada orang-orang yang membutuhkan bimbingan, pimpinan, pendampingan, penguatan, penghiburan, perhatian dan pertolongan kita. Ambil dan pergunakanlah kesempatan tersebut untuk meneladani Yesus Kristus menjadi ”gembala-gembala kecil” dalam kehidupan kita sehari-hari.

Tuesday, February 26, 2019

Ia Harus Makin Besar

Nats: Yohanes 3:22-30


Pendahuluan

Dalam dunia ini tidak ada manusia yang ingin jadi nomor dua. Semua ingin jadi nomor satu, yang terbaik, terdepan, dan terbesar. Mulai dari bangku sekolah, kuliah sampai kerja, kita berlomba menjadi nomor satu. Demikian juga di dunia olah raga, dunia bisnis, politik, bahkan di gereja pun, orang berpacu menjadi yang terdepan. Namun ada satu peristiwa dalam Alkitab yang bagi kita mungkin aneh dan mustahil dilakukan oleh orang zaman ini di tengah persaingan yang serba ingin menjadi yang pertama. Peristiwa tersebut tercatat dalam Yoh. 3:22-30.

Suatu hari murid-murid Yohanes mengadu kepadanya tentang persaingan ketat mengenai acara baptis membaptis yang dilakukan oleh murid-murid Yesus. Murid-murid Yohanes merasa terganggu karena murid-murid Yesus “mencuri domba” di ladang pelayanan mereka (sepertinya mereka takut popularitas golongan Yohanes Pembaptis akan berkurang). Tetapi ada satu hal yang luar biasa dari Yohanes Pembaptis, yaitu pernyataannya kepada para muridnya, “Dia harus semakin besar… aku harus semakin kecil”. Sebuah pernyataan yang saya yakin sangat sulit untuk diucapkan dengan ketulusan dan kesungguhan hati.

Apa yang membuat Yohanes Pembaptis bisa sampai pada kesimpulan semacam ini? Jawabannya adalah karena ia mempunyai tujuan yang sangat jelas dalam hidupnya, yaitu bahwa ia diutus ke dunia ini untuk mempersiapkan jalan bagi Yesus dan segala sesuatu yang dikerjakannya semata-mata untuk kemuliaan Yesus. Kalau kita tarik jauh ke belakang harusnya kita juga melakukan apa yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis, karena tujuan kita diciptakan adalah untuk menikmati dan memuliakan Allah selama-lamanya. Maka harusnya tidak ada satu aspek pun dalam hidup kita, di mana kita tidak memuliakan dan membesarkan nama-Nya.

Pertanyaannya adalah apa rahasia yang dimiliki Yohanes Pembaptis sehingga sukses dalam menjalankan tujuan utamanya ini, yaitu membuat Yesus semakin besar dan ia semakin kecil? Minimal ada dua hal:

1.      Kerendahan Hati
Bila kita melihat latar belakang kehidupan Yohanes pembabtis, maka kita akan menemukan bahwa sebenarnya ada begitu banyak hal yang ia miliki yang dapat ia banggakan.

Pertama, garis keturunan. Yohanes Pembaptis lahir dari sepasang suami istri keturunan Harun. Satu keturunan yang mempunyai posisi terhormat di masyarakat. Karena kita tahu bahwa hanya keturunan Harun saja yang boleh melayani di rumah Tuhan. Dengan demikian maka ayahnya juga adalah seorang imam, di mana hal ini berarti secara otomatis Yohanes Pembaptis berhak atas jabatan imam yang terhormat itu beserta dengan segala hak istimewa yang imam dapatkan.
Sementara Tuhan Yesus, sekalipun Dia berasal dari keturunan Daud, namun Ia hanyalah seorang yang lahir dari keluarga sederhana, keluarga tukang kayu (bukan pengusaha kayu, apalagi penguasa kayu). Dia berasal dari keluarga miskin, bahkan kelahirannya pun dengan cara yang sangat hina bila dibandingkan dengan kelahiran Yohanes Pembaptis. Walaupun Alkitab tidak menceritakan Yohanes Pembaptis lahir di mana, tetapi saya yakin sebagai anak seorang imam, dia pasti lahir di tempat yang sangat layak.

Kedua, keahliannya berkhotbah. Pada waktu itu Yohanes pembaptis tidak berkhotbah di sinagoge (tempat ibadah orang Yahudi). Yohanes pembaptis juga tidak berkhotbah di tempat-tempat umum lainnya yang dapat membuka kesempatan bagi banyak orang untuk datang mendengar dia. Yohanes Pembaptis berkhotbah di padang gurun. Tidak ada orang yang mau ke padang gurun, apalagi tinggal di sana. Ini menunjukkan betapa sepi dan sunyinya tempat itu, gersang dan daerah ini berada di sekitar sungai Yordan. Namun yang menakjubkan adalah justru banyak orang yang mau datang dari Yudea dan Yerusalem untuk mendengar khotbahnya (Mrk. 1:15). Tidak seperti para pengkhotbah zaman ini, yang menjadi daya tariknya bukan khotbahnya tetapi tempatnya, yaitu di mall-mall, gedung-gedung bertingkat dan di gereja-gereja besar. Bahkan orang-orang penting dari Yerusalem, orang-orang terhormat dan berpendidikan tinggi seperti imam-imam, orang-orang Lewi dan orang-orang Farisi dikirim khusus untuk menemui Yohanes Pembaptis untuk melihat sendiri Yohanes pembaptis, mendengarkan apa yang Yohanes Pembaptis sampaikan dan meminta keterangan-keterangan penting darinya (Yoh. 1:19, 24).

Selain itu “KKR”-nya yang menyerukan pertobatan dan pengampunan telah membawa banyak orang mengakui dosanya dan dibaptis (Mrk. 1:5). Bahkan Tuhan Yesus pun datang kepadanya untuk dibaptis. Saudara, tahukah ia bahwa ia memiliki kemampuan yang luar biasa? Tentu ia tahu.
Semua hal di atas semestinya dapat menjadi kebanggaan bagi Yohanes Pembaptis  dan hal ini bisa membuat ia menjadi semakin besar dalam pelayanannya. Namun ternyata ia tidak membanggakan dan menyombongkan semuanya itu karena ia memiliki kerendahan hati. Ia tahu dengan sangat jelas posisinya sebagai pelayan Tuhan. Ia tahu bahwa dirinya hanyalah alat untuk menjadikan Yesus semakin besar. Tujuan pelayanannya adalah untuk membesarkan Yesus dan bukan untuk membesarkan dirinya sendiri.

Yohanes Pembaptis sadar akan posisinya di hadapan Tuhan. Ia sadar bahwa dirinya hanyalah alat untuk mempersiapkan jalan bagi Yesus dan untuk membawa orang sebanyak mungkin datang kepada Yesus. Itulah hakekat kerendahan hati, menempatkan diri pada posisi yang tepat proporsional.

2.      Jiwa Pengorbanan
Apa yang dikorbankan oleh Yohanes pembaptis untuk membesarkan Yesus? Jawabannya adalah dia mengorbankan segala-galanya. Menjadi semakin kecil untuk membuat orang lain semakin besar adalah merupakan satu pengorbanan yang sangat besar. Bagaimana mungkin bisa diterima, kita yang bekerja keras… dan pihak lain yang diuntungkan… kita yang menabur dengan bercucuran air mata… orang lain yang menuainya… kita yang dengan setia mengasihi… tetapi orang lain yang memakan buahnya… bagaimana mungkin… kita yang berusaha mati-matian tetapi ‘orang lain’ yang menjadi besar sedangkan kita yang menjadi kecil.

Pelayanan Yohanes Pembaptis adalah segala-galanya yang ia miliki. Melayani Tuhan bukanlah perkerjaan sampingan atau part time bagi Yohanes Pembaptis. Juga bukan untuk mengisi waktu luang. Namun, seluruh karirnya ada dalam pelayanannya. Dia sudah menyerahkan dan mengabdikan seluruh hidupnya untuk melayani. Maka sangat wajar sebenarnya kalau Yohanes Pembaptis mengejar kebesaran lewat pelayanannya. Minimal ia ingin menjadi imam besar dan terkenal. Atau kalau dalam konteks sekarang, mungkin sangat wajar jika dia ingin menjadi seorang pendeta besar, pengkhotbah besar, atau hamba Tuhan yang memiliki banyak pengikutnya. Namun semua keinginan itu telah dimatikan oleh Yohanes Pembaptis dan sebaliknya justru ia rela menjadi semakin kecil asalkan Tuhan Yesus menjadi semakin besar. Ini adalah sebuah pengorbanan besar.

Oleh karena jiwa pengorbanan ini, Yohanes Pembaptis tidak pernah sekalipun dalam pelayanannya mencuri kemulian Tuhan untuk dirinya sendiri. Bahkan pada satu kesempatan ketika orang-orang bertanya tentang siapakah dia dan mereka menyamakan dia dengan nabi Elia bahkan Mesias, dia berkata, “Bukan, aku bukan Elia, aku bukan Mesias ...” (Yoh. 1:20-23). Maka kalau kita lihat pusat pemberiataannya bukanlah dirinya sendiri, tetapi Yesus Kristus. Berbeda dengan para pengkhotbah zaman ini yang acap kali lebih banyak memberitakan tentang dirinya daripada Tuhan Yesus. Yohanes Pembaptis seringkali dalam pemberitaanya berkata, “sesudah aku ...” Oleh karena itu, ketika murid-muridnya datang kepadanya memberitakan bahwa banyak orang yang mengikut Yesus, ia tidak merasa tersaingi tetapi justru pada saat itulah ia merasakan kesuksesan, yaitu sukses membawa banyak orang datang kepada Kristus. Sehingga ia berkata, “... Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh.” (ay. 29).

Penutup
Saudara-saudara, bukankah seharusnya ketika nafas kita masih berhembus adalah semata-mata untuk terus berlatih supaya dapat membuat Dia semakin besar dan kita semakin kecil. Bukankah sudah sepantasnya suatu hari nanti nama Tuhan akan semakin terkenal dan nama kita akan semakin dilupakan orang-orang yang kita bimbing (dan itulah kesuksesan pelayan Tuhan). Bukankah seharusnya suatu hari nanti kita menemukan diri kita akan semakin dan semakin memikirkan tentang kesukaan-Nya daripada kesukaan diri sendiri. Bukankah suatu hari nanti seharusnya kepemilikan Allah atas diri kita, masa depan kita dan segala milik kita akan semakin besar dan kuasa kepemilikan kita akan semakin kecil. Yah… Dia harus semakin besar dan kita harus makin kecil… Dia harus makin bertambah dan kita harus makin berkurang…

Pertanyaannya bagi kita hari ini, apakah kita sedang terus berusaha untuk semakin membesarkan “Dia”dan mengecilkan bagian si “aku” atau justru sebaliknya? Kiranya Tuhan menolong kita dalam mewujudkan, “Ia semakin besar, aku semakin kecil!”

Tuesday, March 29, 2016

Quote of the Day

"Allah mengasihi kita apa adanya, tetapi Allah tidak ingin kita hanya menjadi apa adanya. Dia ingin kita menjadi seperti Kristus."

SIBUK BELUM TENTU BAIK, DIAM TAK SELALU BURUK

Nats:  Lukas 10:38-42 “Tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”  (...