Wednesday, March 27, 2019

Grace Based Parenting: F.A.M.I.L.Y.


Nats:
Yosua 1: 7-9

Ayat Mas: 
“Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung.” (Yosua 1:8)

Apakah Prinsip FAMILY yang kita renungkan selama seminggu ini telah dipraktekkan?


REFLEKSI:
                Selama seminggu ini kita telah membahas beberapa point berkenaan dengan Grace Based Parenting dengan akronim FAMILY, mari kita review sejenak:
F okus pada karakter Allah Bapa
A nugerah dan Kebenaran yang Memperkaya Relasi di Rumah
M engampuni Ketika Kita Tak Sanggup Memahami
I man yang Bertahan di Tengah Tekanan
L ebih Bebas Untuk Menjadi Berbeda
Y esus Sebagai Kepala Keluarga
                Allah yang bekerja di dalam sejarah sangat menghargai keluarga – sejak jaman bapa-bapa orang beriman, bagaimana pengajaran ditekankan dimulai dari keluarga. Allah berbicara juga kepada Yosua, untuk memperkatakan dan merenungkan Taurat Tuhan (Firman Tuhan) siang dan malam, hidup seisi keluarga dan bangsa megikuti perintah-Nya, maka berkat Allah akan menyertai.
                Setiap keluarga memiliki kisah, catatan yang kelam dan tidak sempurna, demikian juga dengan tokoh-tokoh Alkitab, latar belakang keluarga mereka punya catatan yang tak selalu bersih. Namun justru di balik kegagalan, kejatuhan bahkan kekelaman keluarga, kita melihat karya Anugerah Allah semakin nyata.
                Dalam kehidupan Abraham, Musa, Daud, Yusuf, bahkan nenek moyang Tuhan Yesus. Alkitab begitu transparan memaparkan kehidupan tokoh iman yang otentik. Ada kasih Allah di dalam kisah hidup mereka. Perjalanan rohani yang up and down, perselingkuhan dan poligami, konflik keluarga yang berkepanjangan, pengasuhan yang salah membuat iri hati saudara sekandung, serta dosa-dosa lain yang tak ditutupi semakin meneguhkan Karya Allah yang Menebus kehidupan keluarga yang rapuh.
                Ketika keluarga berfokus pada kasih Allah Bapa, maka kasih itulah akan memulihkan relasi di rumah yang dibungkus di dalam anugerah dan kebenaran; dengan anugerah yang telah kita terima dari Allah memampukan kita mengampuni orang-orang yang telah melukai kita khususnya di dalam konteks keluarga, entah pasangan, orang tua, anak, saudara kandung, sepupu, ipar, atau bahkan saudara tiri kita. Pengampunan membawa pemulihan, rekonsilaisi memperbaiki relasi yang hancur dari konflik masa lalu. Keluarga kita tak imun dan steril dari tekanan dan tantangan, namun karena Iman lah yang membuat kita bertahan. Setiap anggota keluarga unik dan berbeda, di sanalah kita semakin melihat potensi tiap anggota keluarga (khususnya anak-anak kita) menjadi sesuatu yang berharga. Setiap anggota keluarga bisa saling menghargai keunikan dan kemampuan masing-masing selama kita tunduk di bawah Kristus, yang adalah Kepala.
                Jika Kristus adalah Kepala Keluarga kita, ia menjadi urutan no. 1 di dalam “Kartu Keluarga” kita secara rohani. Karakter anggota keluarga kita sudah seharusnya mencerminkan karakter Kepala Keluarga kita, sehingga orang lain, khususnya mereka yang belum percaya dapat melihat—kita benar-benar Keluarga Kristus.

RENUNGKAN
Sudahkah kita menjadi keluarga yang taat dan menjadi berkat? Adakah Karakter Kristus dinyatakan dalam kehidupan keluarga kita?

SHARINGKAN
Bagikanlah perjalanan hidup keluarga kita di tengah kerapuhan, kegagalan, ketidak sempurnaan namun di sanalah kita sedang menyaksikan anugerah Alllah.

POWER STATEMENT
KASIH ALLAH PENUH ANUGERAH YANG MENGUBAH KISAH  KELUARGA KITA MENJADI BERKAT BAGI KELUARGA LAIN KETIKA KITA MENYAKSIKANNYA

Ditulis oleh:
Ps. Drs. Dedy Sutendi, M.Div., MAPCC., MASF.

Tuesday, March 26, 2019

Grace Based Parenting: Y ESUS SEBAGAI KEPALA KELUARGA


Nats:
Efesus 5:21 – 6:4

Ayat Mas: 
“dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.” (Efesus 5:21).

Apakah selama ini kita telah menundukkan diri kepada Kristus? Benarkah Tuhan Yesus telah menjadi pusat dan kepala dalam keluarga?

REFLEKSI:
                Tuhan Yesus ingin menjadi Tuhan atas hidup kita (Roma 14:9). Jika demikian, Kristus seharusnya menjadi pemilik dan pengatur hidup kita, bisnis kita, studi kita serta rumah kita. Dan kita tak akan pernah mendapatkan sukacita sejati dalam kerutinan kita, sampai kita menyerahkan sepenuhnya kepada Kristus. Sampai kita mengatakan, “Apa pun yang Yesus katakan, baik di sekolah, di gereja, dan di rumah, apa pun yang Yesus katakan, saya akan lakukan!”
                Setiap orang merindukan rumah dan keluarga yang bahagia. Tentunya kebahagiaan di sini melebihi dari kepuasan dari kebutuhan sehari-hari. Rumah yang penuh dengan aroma saling menghormati bukan bau yang saling merendahkan. Rumah penuh tawa bukan kepahitan. Kontak mata bukan sekedar kontak handphone. Damai bukan konflik. Perasaan kebersamaan bukan kesendirian.
                Jika kita ingin menjadi  keluarga yang bahagia, kita harus terlebih dahulu meletakkan dasar rumah tangga kita di bawah Ketuhanan Kristus.  Percaya Kristus sebagai Juruselamat, menyerahkan diri kita kepada Dia sebagai Tuhan, dan mengorientasikan seluruh hubungan keluarga di dalam Dia, dan mentransformasi rumah kita menjadi surga kecil di bumi. Meskipun di dalam anggota keluarga kita ada yang belum percaya Tuhan, ada banyak anugerah dan kuasa untuk kasih kita di bawah Ketuhanan Kristus.
                Efesus 5 dan 6 adalah teks Alkitab yang sudah kita kenal. Berhubungan dengan suami istri serta orang tua dan anak.  Inti dari kedua pasal itu sebetulnya sama: Jika Kristus menjadi Tuhan kita, Ia harus menjadi Tuhan atas keseluruhan hidup kita. Tetapi kembali pada ayat sebelumnya, ayat 15, “Karena itu perhatikanlah dengan sesama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif.”  Dan di ayat 21, “dan rendahkanlah (dalam terjemahan lain: tundukkanlah) dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus. Dan di ayat sebelumnya, ayat 18, “tetapi hendaklah hidupmu penuh dengan Roh.”  Ketika Roh Kudus memenuhi kita, hati kita akan penuh dengan ucapan syukur dan pujian (ayat 19, 20). Tunduk kepada seseorang bukan berarti sebuah pemberontakan dari inferioritas atau sekedar menyenangkan seseorang. Tetapi lebih kepada demontsrasi kerendahan hati dan kesiapan untuk melayani.
                Aplikasi dari ayat-ayat tersebut dalam konteks di rumah/keluarga adalah ketika istri tunduk pada suami, suami mengasihi istri, anak-anak taat dan hormat pada orang tua. Semua itu terjadi ketika Roh Allah bekerja di dalam kehidupan keluarga. 1 Korintus 12:3 menegaskan, “…tidak ada seorang pun, yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan’, selain oleh Roh Kudus.” Ketika seorang dengan rendah hati tunduk di bawah Ketuhanan Kristus, Roh Kudus bekerja. Jika kerinduan kita adalah supaya terjadi transformasi di dalam kehidupan keluarga kita, kita harus menyerahkan seluruh hidup kita kepada Kristus, dan menyerahkan keseharian kita sebagai ibadah kepada-Nya. Ketika Yesus menjadi kepala, kehidupan dalam rumah tangga akan ditransformasi.

RENUNGKAN
Bagi mereka yang mendambakan keluarga bahagia: Apakah kita sudah dipenuhi Roh Kudus? Apakah kita telah tunduk di bawah Ketuhanan Kristus?

SHARINGKAN
Bagaimana pengalaman saudara sebagai suami, istri dan anak-anak untuk belajar menundukkan diri dalam konteks ketaatan kepada Kristus. Adakah halangan-halangan atau karakter yang membuat kita sulit untuk menundukkan diri?

POWER STATEMENT
TUNDUK PADA KRITUS BERARTI KITA HARUS MENTUHANKAN DIA BUKAN MENTUHANKAN DIRI

Ditulis oleh:
Ps. Drs. Dedy Sutendi, M.Div., MAPCC., MASF.

Monday, March 25, 2019

Grace Based Parenting: L ebih Bebas Untuk Menjadi Berbeda


Nats:
Mazmur 103, 11, 13-14, 17

AYAT MAS:
“Seperti bapa sayang kepada anak-anakNya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.” (Mazmur 103: 13).

Apakah atmosfer anugerah telah diciptakan dan dipelihara di dalam keluarga?

REFLEKSI:
                Anak-anak akan cenderung mengikat kehidupannya dengan Allah Bapa ketika mereka dibesarkan dalam atmosfer yang merefleksikan hati dari anugerah-Nya. Allah adalah Allah yang menyukai keragaman dan mengasihi kita di dalam perbedaan karena Ia pun menciptkan kita berbeda dengan sesama kita. Rumah yang penuh anugerah bukan hanya memberi ruang pada perbedaan tetapi justru merayakannya.
                Rumah yang penuh anugerah selalu mengkomunikasikan kasih dengan tidak ditentukan oleh perilaku anak. Atmosfer anugerah mendorong orang tua untuk:
·         Mendengarkan lebih banyak ketimbang memberi ceramah.
·         Menanggapi lebih banyak ketimbang bereaksi negatif.
·         Mendoakan lebih banyak ketimbang menghakimi.
                Rumah penuh anugerah tidak membesarkan isu-isu kecil atau memperdebatkan yang tidak mendasar lebih dari proporsinya. Atmosfer anugerah pertama-tama diciptakan oleh orang tua untuk memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk berbeda. “Berbeda” bisa mengarah pada hal yang berbeda dengan orang tua bahkan tidak biasa tetapi tidak berdosa. Orang tua yang legalis, terlalu kaku, lebih menekankan penampilan ketimbang prinsip yang mendasar.  Orang tua yang penuh ketakutan lebih menekankan pada hal-hal yang eksternal, ketimbang yang internal. Seharusnya kita melibatkan kehadiran dan kuasa Allah di dalam diri anak. Ironisnya, banyak orang tua lebih mengikuti sistim dunia, bagaimana mengejar kesuksesan, tanpa memperhatikan kebenaran.
                Lebih mudah kita bereaksi negatif, ketika anak-anak kita “berbeda” karena itu mengganggu kita, mempermalukan kita bahkan terlalu cepat menyimpulkan tingkah laku anak-anak kita salah.  Standar dan ekspektasi orang tua berdasarkan anugerah adalah Alkitab, bukan standar orang tua itu sendiri. Tetapi jangan juga menggunakan Alkitab untuk membenarkan pendapat orang tua sendiri.  Ketika kita menggunakan Alkitab untuk menyerang anak-anak kita, demi membenarkan pendapat kita (yang juga belum tentu benar) kita jatuh dalam pelanggaran dari Keluaran 20:7, yaitu menggunakan nama Allah dengan sia-sia. Anak-anak akan menghargai dan merespons dengan tepat aturan yang diberikan orang tua ketika: kita menerapkannya di dalam anugerah, beralasan dan logis.
                Tingkah laku “berbeda” seringkali berhubungan dengan problem sesungguhnya yaitu berkenaan dengan HATI sang anak. Kita perlu mengoreksi perilaku bukan sekedar menghukumnya. “Tingkah laku berbeda” adalah ungkapan di luar yang menunjukkan apa yang terjadi di dalam, yaitu pergumulan melawan dosa, kemarahan dan rasa malu. Orang tua yang menekankan anugerah lebih fokus pada hati ketimbang hal-hal yang di luar.  Ketika bagian di dalam telah dikoreksi, akan berpengaruh ke luar dengan sendirinya.
                Berikan kesemapatan kepada anak untuk berbeda, dengan mengembangkan potensi secara maksimal. Anugerah memberi kebebasan untuk menjadikan anak unik. Anugerah mengkomunikasikan kasih tanpa syarat kepada anak, sehingga mereka akhirnya merasakan Kasih Bapa. (Mazmur 103:13)

RENUNGKAN
Adakah kita mengijinkan anak-anak kita untuk “berbeda”? Apakah yang sering menjadi ketakutan orang tua? Bagaimana kita bereaksi ketika melihat anak kita “berbeda” dengan kita?

SHARINGKAN
Pengalaman sulit apakah yang pernah dilalui dengan anak-anak dan kita berhasil melewatinya? Bagaimana Tuhan membentuk karakter orang tua sendiri lewat masa-masa sulit itu?

POWER STATEMENT

ORANG TUA YANG PENUH ANUGERAH ADALAH MEREKA YANG TELAH MENGALAMI ANUGERAH DARI ALLAH BAPA TERLEBIH DAHULU

Ditulis oleh:
Ps. Drs. Dedy Sutendi, M.Div., MAPCC., MASF.

Sunday, March 24, 2019

Grace Based Parenting: I man yang Bertahan di Tengah Tekanan



Nats:
Mazmur 78: 1-16

AYAT MAS:
“kami tidak hendak sembunyikan kepada anak-anak mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada TUHAN dan kekuatanNya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukanNya.” (Mazmur 78:4)


 Adakah terpaan, tekanan dan tempaan yang Tuhan ijinkan terjadi di dalam kehidupan keluarga saat ini? Bagaimana Saudara bisa bertahan?

REFLEKSI:
                Kita diselamatkan di dalam anugerah dan kita diteguhkan di dalam iman dalam perjalanan rohani kita. Kehidupan Kristen tidaklah steril dan imun dari berbagai tekanan, godaan serta ujian. Di sanalah kita membutuhkan iman untuk tetap bertahan, dan hal itu sangatlah ditentukan oleh hubungan kita dengan Tuhan. Hubungan yang erat dengan Tuhan memperkuat iman kita.
                Teri Roberts, dalam bukunya “Forgiven,” ibu dari seorang penembak Anak-Anak Sekolah Komunitas Amish pada tanggal 2 October 2006, di Nickel Mines, Pennsylvania, mengisahkan bagaimana mereka sebagai suami istri bisa bertahan di tengah krisis. Mereka bisa bertahan karena mereka memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan, bahkan ketika krisis menerpa, hubungan mereka dengan Tuhan makin mendalam. Itulah juga mengeratkan dan mengikat mereka dalam pernikahan sehingga mereka tetap bertahan.
                Seringkali iman kita stabil dan tak perlu dipertanyakan sampai pada suatu saat sesuatu terjadi di dalam pernikahan dan keluarga, di sanalah iman kita ditantang. Tantangan kita tak seberat yang dihadapi keluarga Robert, tetapi mungkin kita sedang menhadapi sakit pernyakit, krisis keuangan, krisis relasi, anak-anak yang memberontak dan sebagainya. Apa yang kita butuhkan? Kita perlu menyadari akan perhatian Allah yang bekerja melalui Roh Kudus di dalam kita. Apa yang perlu kita berjaga-jaga? Tetap melihat kebaikan Allah di tengah kesukaran.
                Mendidik dan membesarkan anak di dalam anugerah dan iman menjadi sebuah model untuk orang tua. Bagaimana kita memperkuat relasi di dalam kasih, mempertahankan nilai-nilai kebenaran serta mendahulukan Tuhan lebih dari segalanya, belajar saling menghargai perjalanan rohani tiap anggota keluarga.
                Oswald Chambers dalam tulisannya My Utmost for His Highest, mengatakan: “Never trust anything but the grace of God in yourself or in anyone else.” Mungkin pasangan kita tidak berubah, anak-anak kita belum berubah, situasi tetap sama, dan kita tak tahu ke depan seperti apa, namun keyakinan iman kita tetap pada TUHAN;  yang bekerja di dalam segala sesuatu dengan anugerahNya yang dilimpahkan kepada kita dari sehari ke sehari.
                Pembentukan Iman di dalam keluarga dimulai dari hal-hal yang mendasar:
Carilah dan dahulukan Tuhan di dalam hidup kita. Carilah di dalam doa, mintalah Ia bekerja di dalam hidup kita terlebih dahulu, bahkan  ketika terjadi konflik dengan pasangan dan anak-anak.
Bagikan dan hargailah pengalaman rohani anggota keluarga kita. Tuliskan di dalam jurnal akan kebaikan Tuhan, dan bersyukur untuk apa yang Tuhan sudah kerjakan di masa lalu, masa kini dan masa akan datang dalam keluarga kita (Mazmur 78: 3-4). Berterima kasih atas apa yang telah terjadi itulah ucapan syukur, tetapi belajar berterima kasih kepada Tuhan untuk sesuatu yang belum terjadi itulah iman. Teri Roberts tengah menderita kanker stadium 4 (sebelum peristiwa anaknya melakukan penembakan) dan ia memilih bertahan di dalam anugerah Tuhan dan tetap memiliki pengharapan di dalam Tuhan serta melihat segala kebaikanNya.
Berdoalah Bersama.Biasakan ini menjadi habit. Ketika keluarga menghadapi pergumulan, jadikanlah Doa Bersama menjadi benteng pertahanan keluarga. Ingat ini seperti sebuah peperangan rohani. Jangan sampai ada anggota keluarga lengah dan lemah, karena kurang berdoa. Kita mengikat pertahanan iman dengan doa.
Carilah Sahabat dan Komunitas. Perubahan dan transformasi tak akan terjadi di dalam sebuah isolasi. Sahabat, konselor, mentor, gembala, bahkan komunitas sering dipakai Tuhan untuk menolong kita. Ketika suami Teri Roberts tidak siap untuk mengunjungi para orang tua korban penembakan akibat tindakan anaknya, ia mencari sahabat dan konselor untuk masalah trauma untuk pergi bersama dengan mereka mengunjungi keluarga para korban. Tepatlah yang dikatakan firman Tuhan, “Dan bilamana seorang dapat dikalahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.” (Pengkotbah 4:12)

RENUNGKAN
Siapa yang kita cari di tengah kesulitan? Apakah kita lebih bergantung pada orang atau diri sendiri? Ataukah kita semakin bergantung pada Tuhan?

SHARINGKAN
Bagikanlah pengalaman hidup beserta keluarga ketika menghadapi badai yang menghantam? Adakah pengalaman bersama Tuhan di tengah tekanan memperkaya iman saudara?

POWER STATEMENT

IMAN YANG BERTAHAN DI TENGAH KESULITAN KETIKA BETUL-BETUL MENGANDALKAN TUHAN DAN TIDAK MENJADIKAN DIA SEBAGAI CADANGAN


Ditulis oleh:
Ps. Drs. Dedy Sutendi, M.Div., MAPCC., MASF.

SIBUK BELUM TENTU BAIK, DIAM TAK SELALU BURUK

Nats:  Lukas 10:38-42 “Tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”  (...