Tuesday, April 23, 2019

Keluarga Sebagai Komunitas Sosial

"Kemudian, Allah berkata, "Marilah sekarang Kita membuat manusia menurut gambar Kita, dalam keserupaan Kita. ... Maka, Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya. Menurut gambar Allah, Ia menciptakannya. Ia menciptakan mereka laki-laki dan perempuan. Allah memberkati mereka dan berkata, "Beranakcuculah dan bertambah banyaklah, penuhilah bumi dan kuasailah itu. ..." 
(Kej. 1:26-28)


Landasan Komunitas Sosial
Landasan yang paling utama keluarga sebagai komunitas sosial adalah Allah yang menciptakan kita adalah Allah yang hidup dalam komunitas sosial. Allah kita adalah Allah Tritunggal, yaitu Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Makanya dalam Kej. 1:26, kata ganti orang yang dipakai bentuknya jamak, yaitu ”kita”. Allah tidak hidup sendiri dan tidak hidup untuk diri-Nya sendiri. Dalam kekekalan Dia hidup berbagi dalam komunitas yang ada dalam diri-Nya sendiri, yaitu Trinitas.

Untuk itu ketika Allah merancang penciptaan manusia, dari awal Dia sudah merencanakan manusia untuk hidup dalam komunitas sosial. Ayat 27: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka ...” Kata ganti yang dipakai adalah ”mereka”, berbentuk jamak.

Dengan demikian orang yang mengingkari kehidupan dalam komunitas sosial berarti mengingkari rencana Allah dalam penciptaan dirinya.

Sebenarnya apakah manusia bisa hidup seorang diri? Alkitab tidak mengatakan bahwa manusia tidak bisa hidup seorang diri. Yang dikatakan oleh Alkitab adalah, "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja ...” (Kej. 2:18).

Untuk itu Allah tidak menciptakan manusia yang individualistis, tetapi manusia sosial, sehingga dari awal Allah juga sudah memberi mandat kepada manusia untuk beranakcucu, bertambah banyak dan mememunuhi bumi. Dan Allah menciptakan manusia sosial itu diawali melalui satu komunitas yang sangat kecil, yaitu Adam dan Hawa, keluarga pertama yang diciptakan oleh Allah. Dengan demikian keluarga adalah sebagai tempat kita belajar menjadi manusia sosial, sebelum kita masuk ke dalam komunitas yang lebih besar, yaitu gereja dan masyarakat luas.

Ada 3 (tiga) hal yang membentuk komunitas sosial dalam keluarga/masyarakat:

1.      Interaksi (hubungan timbal balik)
Interaksi ialah tindakan atau aksi yang dibalas dengan reaksi. Manusia pertama kali belajar berinterkasi dalam keluarga. Bahkan ketika manusia masih dalam kandungan, dia sudah bisa berinteraksi dengan kedua orang tuanya.

Untuk membangun sebuah interaksi yang baik, butuh kesediaan memberi waktu dan perhatian. Salah satu yang merusak interaksi kita hari ini adalah teknologi. Hari ini kita lebih banyak berinteraksi di dunia maya ketimbang di dunia nyata. Teknologi memang bisa membantu, tetapi juga bisa menjerumuskan manusia, termasuk keluarga dalam membangun interaksi sosialnya. Waktu dan perhatian yang harusnya kita berikan untuk pasangan, anak, orang tua untuk berinteraksi dan membangun relasi, secara tidak sadar kita alihkan kepada teknologi yang ada di genggaman kita.

Teknologi hari ini juga acapkali menghambat interaksi kita secara fisik terhadap anggota keluarga, seperti kontak fisik, kontak mata, berbicara dan mendengarkan secara langsung. Untuk mendeteksi hal ini secara sederhana adalah coba hitung berapa banyak kita berkomunikasi dengan anggota keluarga kita melalui aplikasi WhatsApp dibanding berkomunikasi secara langsung. Jika waktu berkomunikasi dengan anggota keluarga lebih banyak lewat media sosial, kita sedang menghambat interaksi sosial di dalam keluarga kita. Komunikasi seperti ini, cepat atau lambat akan menghancurkan keluarga kita sebagai satu komunitas sosial dan tentu saja berdampak juga di dalam komunitas sosial yang lebih besar, misalnya, gereja atau masyarakat.

2.      Saling mempengaruhi
Dalam sebuah komunitas sosial, harus bisa saling mempengaruhi ke arah yang lebih baik. Makanya Adam dan Hawa bisa saling mempengaruhi, sayangnya mereka saling mempengaruhi untuk jatuh dalam dosa. Namun, Tuhan menghendaki keluarga sebagai komunitas sosial bisa saling memberi pengaruh yang membawa kepada pembentukan karakter yang lebih baik. Pengaruh yang kita berikan bisa lewat perkataan, sikap dan tingkah laku yang kita tunjukkan di depan anggota keluarga kita. Pada waktu anak-anak saya berumur sekita 1-2 tahun, mereka suka meniru apa yang saya katakan dan lakukan. Apa pun mereka tiru. Saya tertawa ditiru, batuk ditiru, perkataan saya ditiru, saya teriak juga ditiru. Kalau hari ini saya tidak memberi pengaruh yang baik kepada anak-anak saya melalui perkataan dan perbuatan, kelak mereka akan bawa pengaruh yang buruk sampai mereka besar dan pengaruh itu akan mereka bawa sampai ke dalam hidup sosial yang lebih luas, yaitu masyarakat.

Maka salah satu ukuran keberhasilan sebuah keluarga adalah jika antar anggota keluarga bisa saling mengubah satu sama lain ke arah yang lebih baik, yaitu ke arah pertumbuhan karakter menjadi semakin serupa dengan Kristus.

3.      Fungsi sosial
Setiap anggota keluarga sebagai komunitas sosial memiliki fungsi sesuai dengan perannya masing-masing. Seorang suami harus bisa berfungsi sesuai dengan perannya sebagai suami. Demikian juga dengan istri dan anak. Berfungsi sesuai perannya ini sangat penting dalam sebuah komunitas sosial di dalam keluarga. Misalnya, jika ada pertukaran fungsi antara suami dan istri akan membingungkan anak dalam kehidupan sosialnya. Anak akan mengalami kerancuan mengenai figur ayah dan ibu. Atau jika salah satu tidak berfungsi sesuai dengan perannya maka bisa terjadi disfungsi sosial di dalam keluarga.

Kita harus berhati-hati dalam hal ini, khususnya bagi kita sebagai orang tua. Hari ini banyak orang tua yang tidak menjalankan fungsinya dengan baik dan celakanya secara tidak sadar fungsi-fungsi kita yang mandek itu dijalankan atau digantikan oleh figur-figur lain, seperti asisten rumah tangga, baby sitter atau figur-figur lain yang mereka temukan di media sosial atau di luar rumah ketika mereka berinteraksi.

Disfungsi orang tua dalam keluarga lebih jauh juga dapat berdampak buruk dalam pembentukan identitas anak, termasuk identitas gender, bahkan juga dapat membentuk orientasi seksual yang salah.

Oleh karena itu, sebagai komunitas sosial, marilah kita membangun dan membentuk keluarga kita supaya menjadi cikal-bakal komunitas yang baik untuk membentuk komunitas sosial yang lebih besar, yaitu gereja dan masyarakat. Kita harus dengan rendah hati mengevaluasi kehidupan sosial keluarga kita masing-masing. Apakah interaksi sosial di dalam keluarga kita sudah berjalan dengan baik? Hambatan-hambatan apa saja yang perlu kita atasi bersama? Apakah kita sudah memberikan pengaruh-pengaruh posistif terhadap anggota keluarga kita? Apakah fungsi-fungsi sosial di dalam keluarga kita sudah berjalan sebagaimana mestinya?

GI. Aksi Bali, M.Th.

No comments:

SIBUK BELUM TENTU BAIK, DIAM TAK SELALU BURUK

Nats:  Lukas 10:38-42 “Tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”  (...