Nats:
2 Korintus
12:1-10
Di zaman yang serba instan ini banyak orang yang tidak senang dengan
proses. Proses itu lama. Sementara orang-orang zaman sekarang sukanya serba
cepat. Lebih cepat lebih baik. Memang ada banyak hal yang dengan kecanggihan
teknologi bisa dipercepat oleh manusia, tetapi juga tidak bisa dipungkiri
bahwa banyak hal yang harus berjalan dan
dilalui melalui sebuah proses. Hidup itu sendiri adalah sebuah proses.
Pelayanan adalah sebuah proses. Ada proses-proses yang harus kita jalani
dalam pelayanan. Mengapa perlu ada proses? Atau untuk apa proses itu? Proses
itu perlu untuk membentuk karakter kita menjadi lebih dewasa di dalam Kristus
sehingga pelayanan kita semakin lebih baik dan berkenan di hadapan Allah.
Perikop 2 Kor. 12:1-10 ini merupakan proses yang dihadapi oleh Paulus
dalam pelayanannya. Dari sini kita belajar tiga hal yang bisa dipakai Tuhan
supaya kita berproses dalam pelayanan. Tiga hal itu saya singkat menjadi 3K:
1.
Komunitas
Tuhan tidak menempatkan kita seorang diri dalam pelayanan, tetapi Dia
menempatkan kita dalam sebuah komunitas (jemaat). Tujuannya, karena ada
proses-proses yang harus kita jalani di dalam komunitas untuk membentuk kita.
Ini dialami oleh rasul Paulus. Paulus diperhadapkan dengan jemaat yang memiliki
berbagai pandangan dan tanggapan mengenai pelayanannya. Pelayanannya sering
dipuji, dan dihargai. Tetapi konteks perikop ini adalah di antara jemaat ada
yang meragukan kerasulannya dan dia dianggap duniawi. Itulah sebabnya Paulus
merasa perikop ini perlu ditulis untuk membuktikan keaslian kerasulannya kepada
orang-orang yang meragukannya. Ini adalah fakta yang tidak bisa dihindari oleh
Paulus karena dia berada dalam komunitas (jemaat).
Kalau kita melayani di gereja yang memiliki jemaat 500 orang, itu artinya
kita berhadapan dengan 500 karakter yang berbeda. Di antara 500 itu mungkin ada
yang senang memberi pujian ketika kita melayani, tetapi ada juga yang senang
memberi kritikan. Kata seorang dosen saya, kadang-kadang kita ditraktir, tetapi
kadang-kadang juga ditraktor. Ada yang sangat percaya kepada kita, ada juga
yang sangat meragukan kita. Ada yang menghargai pelayanan kita, tetapi tidak
sedikit yang menganggap remeh. Ada kalanya diapresiasi, tetapi ada kalanya jg
diamputasi. Namun, semuanya berguna untuk membentuk kita dalam pelayanan. Sama seperti kata amsal, ”Besi
menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya.” (Ams. 27:17).
2.
Kesuksesan
Kita sering mendengar dan menyaksikan bagaimana Tuhan memroses dan membentuk banyak orang melalui kegagalan dan masalah. Namun, Tuhan dapat memproses kita tidak selalu melalui kegagalan dan masalah, tetapi juga lewat kesuksesan atau
keberhasilan dalam pelayanan yang kita lakukan. Rasul Paulus dalam perikop ini
menceritakan pengalaman rohaninya yang luar biasa yang juga menunjukkan satu
keberhasilan dalam pelayanannya. Ia membuktikan bahwa ia bukanlah rasul yang
biasa, tetapi rasul yang berhasil dengan sejumlah pengalaman yang istimewa.
Kesuksesan pelayanan yang dicapai oleh rasul Paulus ini membawa dia sampai
kepada pemahaman puncak, yaitu bahwa Allah yang ia layani adalah Allah yang
benar dan Mahakuasa. Bahkan pada satu kesempatan ketika orang-orang melihat
kehebatan Paulus dalam pelayanannya, bersama Barnabas, dia pernah dianggap
sebagai dewa dan orang-orang mau mempersembahkan korban kepadanya dan mau
menyembah dia. Tetapi Paulus melarang mereka karena ia sadar bahwa dirinya
hanyalah hamba dan yang patut disembah adalah Allah. Keberhasilan yang ia alami
justru semakin membuat dia sadar siapa dirinya di hadapan Allah.
Saudara-saudara, ketika kita mengalami kesuksesan dalam pelayanan, kita
harus ingat bahwa itu adalah bagian dari proses yang harus kita jalani dari
Tuhan. Lewat kesuksesan Tuhan ingin supaya kita menjadi orang yang rendah hati
dan tidak sombong dalam pelayanan. Semakin kita sukses dalam pelayanan harusnya semakin
kita rendah hati di hadapan Tuhan dan sesama.
Namun fakta yang seringkali kita lihat adalah banyak pelayan Tuhan ketika
sukses dalam pelayanan berubah fokus, bukan lagi Tuhan tetapi diri sendiri.
Seringkali secara tidak sadar yang kita layani adalah diri kita sendiri, bukan
lagi Tuhan. Yang kita beritakan dan kita saksikan diri dan kesuksesan kita,
bukan lagi Tuhan. Maka tidak heran kalau di dalam gereja banyak orang yang
lebih terkenal dari Tuhan Yesus karena yang lebih banyak diberitakan adalah
dirinya sendiri, bukan Tuhan Yesus.
3.
Kelemahan
Allah sangat senang memakai orang-orang lemah dalam pelayanan. Banyak
contoh dalam Alkitab bagaimana Allah memakai orang-orang yang memiliki
kelemahan untuk pekerjaan yang besar. Salah satunya adalah rasul Paulus. Kita
tidak bisa pungkiri bahwa Paulus memiliki sejumlah kelebihan, namun dia juga
memiliki kelemahan dalam dirinya. Salah satu kelemahan Paulus yang sangat
menonjol adalah apa yang ia sebut
sebagai duri dalam daging. Kita tidak tahu persis maksud dari duri dalam daging
tersebut. Ada yang mengatakan itu adalah penyakit epilepsi. Ada juga yang
mengatakan penyakit mata. Namun apa pun itu, yang jelas penyakit itu membuat
Paulus lemah dan terbatas dalam pelayanannya. Kelemahan Paulus ini telah
memroses dia sehingga sampai pada satu kesadaran yang sangat dewasa, ”Karena itu aku senang dan rela di dalam
kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan
kesesakan oleh karena Kristus. Sebab
jika aku lemah, maka aku kuat.” (ay. 10).
Semua orang memiliki
kelemahan. Sesungguhnya kita memiliki sejumlah kelemahan dan ketidaksempurnaan:
fisik, emosi, intelektual dan rohani. Namun biasanya kita menyangkali kelemahan
kita, membelanya, mancari dalih untuk menutupinya, menyembunyikannya dan
membencinya. Sikap seperti ini tidak dapat membuat kita mengalami proses menuju
kepada kedewasaan rohani dan karakter. Allah ingin kita sama seperti Paulus
mengakui kelemahan-kelemahan kita. Berhentilah perpura-pura memiliki semuanya
dan jujurlah pada diri kita sendiri. Daripada hidup dalam penyangkalan dan
membuat alasan-alasan, ambilah waktu untuk mengenali kelemahan-kelemahan dalam
diri kita.
Dengan menyadari kelemahan
kita, membuat kita akan bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dan tidak lagi
mengandalkan diri dalam pelayanan. Kuasa Tuhan dalam pelayanan nyata bukanlah
ketika kita menunjukkan sejumlah kehebatan dan kelebihan kita, tetapi justru
ketika kita melayani dalam kelemahan yang kita miliki. Kita tidak perlu malu
atas kelemahan kita, tetapi justru sama seperti Paulus kita harus bermegah
dalam kelemahan kita supaya kuasa Tuhan menjadi sempurna atas pelayanan yang
kita lakukan.
Oleh:
GI. Aksi Bali,
M.Th.
No comments:
Post a Comment