Wednesday, December 3, 2008
KABINET MANUSIAWI DAN BERSAHABAT
Waktu saya membaca di koran sebutan kabinet bentukan Obama ini, muncul dua pertanyaan yang bisa menjadi perenungan kita bersama.
Pertama, mengapa "manusiawi"? Dari istilah ini memunculkan beberapa pertanyaan dibenak saya. Apakah pemerintah AS selama ini sudah tidak manusiawi? Atau mungkin sebagian orang melihatnya demikian? Dari cara mereka memerangi terorisme mungkin sebagian benar tidak manusiawi. Namun pertanyaan ini sebenarnya bukan hanya untuk bangsa Amerika atau George Bush, tetapi untuk setiap pemerintah di bumi ini termasuk pemerintah Indonesia dan bahkan untuk seluruh umat manusia. Apakah kita masih manusiawi? Ketika pemerintah melakukan penggusuran terhadap bangunan liar, apakah dengan cara manusiawi? Ketika mahasiswa demonstrasi, apakah dengan cara manusiawi? Ketika banyak orang di-PHK yang katanya akibat krisis global, apakah mereka di-PHK dengan cara manusiawi? Marilah kita bersama Obama mewujudkan "manusiawi" ini di keluarga, sekitar, masyarakat, bangsa, dan bumi kita ini.
Kedua, mengapa "bersahabat"? Apakah bangsa Amerika sudah kurang bersahabat lagi? Bukankah prisip "sahabat" ini sudah semakin hilang di dalam kehidupan kita sebagai umat manusia? Bukankah seharusnya "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi saudara dalam kesukaran"? Namun, lihatlah di sekitar kita, yang seringkali terjadi adalah seorang sahabat memanfaatkan sahabatnya dan bersenang-senang dalam kesukaran sahabatnya sendiri. Seharusnya kasih yang terbesar itu adalah "kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." Tetapi yang lebih banyak kita lihat dan lakukan adalah mengorbankan nyawa "sahabat-sahabat" kita untuk kepentingan diri dan golongan. Di manakah sahabat? sudah matikah? Atau sudah kita "museum"kan? Sekali lagi mari kita belajar bersama Obama untuk membangkitkan kembali persahabatan. Obama sudah memulainya dengan mengangkat Hillary Clinton menjadi Menteri Luar Negeri. Sebelumnya Hillary adalah saingannya dalam persaingan calon presiden di Partai Demokrat, tetapi kini menjadi sahabatnya dalam menjalankan pemerintahan Amerika.
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi setiap kita, sehingga kita bisa menjalani hidup yang manusiawi dan bersahabat.
Wednesday, November 12, 2008
Sungguh Amat Baik
Dari pertanyaan pertama saya menemukan jawaban bahwa yang membuat manusia itu sungguh amat baik gambar dan rupa Allah yang ada dalam diri manusia. Dari seluruh ciptaan yang lain hanya manusialah yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Ketika Allah melihat gambar dan rupanya dalam diri manusia, Ia melihatnya begitu sempurna maka Dia mengatakan sungguh amat baik. Tanpa gambar dan rupa Allah di dalam diri manusia, pada dasarnya manusia tidak layak menyandang predikat "sungguh amat baik", karena manusia diciptakan dari debu tanah. Sesuatu yang tidak berguna dan tidak dianggap.
Perenungan dari pertanyaan pertama, sekaligus memberi jawaban atas pertanyaan kedua. Apakah hari ini manusia masih menyandang predikat "sungguh amat baik"? Dengan kata lain, apakah gambar dan rupa Allah masih ada di dalam diri manusia zaman ini? Bukankah manusia telah kehilangan kemuliaan (gambar dan rupa) Allah?
Saya mengajak kita mengamati bagaimana tingkah laku manusia di sekitar kita. Baru beberapa hari yang lalu perhatian seluruh masyarakat terfokus pada eksekusi terhadap "trio" pelaku bom Bali. Manusia membunuh sesamanya atas nama agama. Akhir-akhir ini hampir semua berita televisi tidak terlewatkan memberitakan peristiwa mutilasi. Demi ego dan kebencian, manusia tak segan-segan menghabisi nyawa sesamanya. Belum lagi kerusakan moral yang semakin merajalela.
Masihkah ada gambar dan rupa Allah dalam diri manusia di tengah zaman yang semakin bengkok ini? Masih dapat diperbaharuikah gambar dan rupa Allah yang sudah rusak itu? Jawabanya adalah masih, kalau ada KASIH. Karena kasih Allah mau berdamai kembali dengan manusia yang tidak layak diampuni. Karena kasih Ia rela mengorbankan dirinya manusia yang tidak menghargai kekudusan gambar dan rupa Allah yang ada di dalam dirinya. Semuanya karena kasih. Andai ada kasih, manusia tidak mungkin membunuh sesamanya demi apa pun, termasuk demi agama. Andai ada kasih manusia tidak akan tega menghabisi nyawa sesamanya. Andai ada kasih manusia tidak akan menghakimi sesamanya hanya karena perbedaan agama, suku, ras, dsb. Andai ada kasih manusia tidak akan mementingkan egonya, tetapi berkorban bagi orang. Andai ada kasih ... Andai ada kasih ... !!!
Thursday, November 6, 2008
SEBUAH PENANTIAN
Nats: Kis. 1:9-11
Saudara-saudara, sadar atau tidak sadar, terima atau tidak terima, setuju atau tidak setuju, saya mau katakan bahwa, ”hidup adalah sebuah rangkaian penantian” dan semua penantian itu adalah sebuah kesia-siaan. Saya akan mulai ketika kita dalam kandungan kita sedang menanti untuk lahir ke bumi. Setelah lahir kita menanti untuk bertumbuh (bisa merangkak, berdiri dan berjalan). Setelah itu kita menanti untuk sekolah dan kuliah. Waktu sekolah dan kuliah kita menanti untuk bisa bekerja. Waktu bekerja kita menanti untuk punya pacar, menikah dan membentuk keluarga. Setelah menikah kita menanti punya anak dan membesarkan mereka. Dan sampai akhirnya ketika kita menjadi tua, kita menanti untuk kembali kepada debu tanah di mana kita berasal.
Seluruh penantian ini adalah sia-sia, karena penantian demi penantian akan berlalu begitu saja dan pada akhirnya kita akan mengakhiri penantian hidup kita dengan kematian.
Lebih ironis lagi, Henri Nouwen pernah mengatakan bahwa hidup ini tidak lain adalah rangkaian pengalaman kehilangan. Ketika lahir kita kehilangan rasa aman berada dalam kandungan; ketika masuk sekolah kita kehilangan rasa aman tinggal di lingkungan keluarga; ketika memperoleh pekerjaan pertama, kita kehilangan kemerdekaan sebagai anak muda; ketika menikah kita kehilangan kegembiraan karena masih mempunyai banyak pilihan; ketika kita menjadi tua kita kehilangan ketampanan, kesehatan, kebebasan fisik; dan ketika kita mati, kita kehilangan segala-galanya.
Jadi bisa disimpulkan bahwa apa yang kita nantikan sebenarnya hanya membawa kehilangan. Maka sempurnalah kesia-siaan hidup manusia. Untuk itu tidak heran ketika Pengkhotbah memandang hidup ini secara pesimis dengan mengatakan, ”... segala sesuatu adalah sia-sia”.
Lalu bagaimana kemudian manusia menanggapi kenyataan bahwa hidup ini adalah sebuah penantian yang sia-sia?
1. Menikmati hidup sepuasnya.
Banyak orang yang berkata, mari kita nikmati hidup ini karena sebentar lagi hidup ini akan berlalu dengan sia-sia dan berakhir dengan kematian. Untuk itu selagi masih hidup, selagi ada kesempatan untuk menikmati hidup, marilah kita nikmati. Apakah dengan cara ini membuat penantian hidup kita menjadi lebih berarti? Jawabannya, tidak! Karena manusia ternyata tidak akan pernah puas dengan kenikmatan hidup ini. Pada akhirnya, kenikmatan hidup pun bagian dari penantian yang akan berlalu dengan sia-sia.
2. Menolak/melawan kenyataan bahwa hidup ini adalah penantian yang akan berlalu dengan sia-sia.
Ada orang yang menolak/melawannya dengan tidak mau jadi tua dengan berbagai cara. Mungkin bisa dengan mengubah penampilan atau yang lebih canggih dengan operasi plastik sehingga kelihatan tetap muda. Namun, itu pun tidak akan bertahan lama. Atau ada juga orang yang berusaha untuk hidup abadi, misalnya seperti yang kita lihat dalam film ”The Myth” dan ”Forbidden Kingdom”. Ini pun adalah usaha yang sia-sia, karena ternyata dalam film ”Forbidden Kingdom” ini orang yang telah mendapatkan hidup abadi bisa mati hanya dengan anak panah yang terbuat dari giok.
Dengan demikian semua usaha manusia dalam menanggapi kesia-siaan hidup manusia ini juga sia-sia. Maka semakin sempurnalah kesia-siaan hidup manusia.
Lalu bagaimana caranya supaya hidup yang merupakan rangkaian penantian ini tidak sia-sia? Karena hidup ini tidak bisa lepas dari penantian demi penantian, maka satu-satunya cara adalah mencari penantian yang tidak sia dan yang membuat hidup ini menjadi sebuah penantian yang berarti. Dan penantian itu adalah kedatangan Tuhan Yesus kembali. Kenaikan Tuhan Yesus sekaligus menciptakan sebuah penantian dalam hidup orang percaya, ”Yesus ini ... akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.” kedatangan Tuhan Yesus kembali menjadi penantian yang berarti dan bernilai karena kedatangan Tuhan Yesus akan membawa kita kepada kekekalan atau hidup abadi yang sesungguhnya. Ini adalah satu berita baik, karena di tengah-tengah penantian hidup yang sia-sia ada satu penantian yang mengubah semuanya menjadi berarti dan bermakna. Namun, ada satu berita buruk, yaitu penantian ini adalah penantian dalam pengembaraan. Kita ibarat pengembara yang sedang menuju satu tujuan, yaitu hidup yang kekal. Dalam pengembaraan ini ada banyak tantangan, rintangan, bahkan penderitaan. Terkadang kita akan menempuh jalan berumput hijau, tetapi ada kalanya kita akan menempuh padang pasir yang tidak berair. Mungkin ini bisa membuat kita bergumul, berjuang, menderita dan bahkan bisa bosan.
Maka ada beberapa sikap yang muncul dalam menanggapi ketegangan antara kekekalan yang kita nantikan dengan kenyataan hidup kita yang masih dalam pengembaraan:
1. Pesimis belaka
Melihat begitu beratnya tantangan yang dihadapi dalam penantian atau dalam pengembaraan ini, kemudian ada orang-orang yang pesimis. Mereka melihat seolah-olah kuasa iblis tetap saja berkuasa dan bahkan kelihatanya menang atas orang-orang Kristen, sementara kedatangan Kristus yang terus dinanti itu tidak kunjung datang. Melihat hal ini ada orang-orang yang kemudian putus asa dan tidak mau bertahan/berjuang dalam penantian atau pengembaraan mereka. Mereka meninggalkan iman mereka dan larut dalam kehidupan dunia yang sia-sia. Mereka memandang penantian mereka secara pesimis.
2. Optimis belaka
Selain sikap pesimis belaka, ada sikap yang kelihatannya positif tetapi juga terlalu ekstrim, yaitu sikap optimis belaka. Kalau sikap yang pertama tadi, mereka terbuai oleh keadaan hidup masa kini, sebaliknya sikap kedua ini, mereka hanya terobsesi oleh kehidupan yang akan datang. Mereka lupa bahwa sekalipun memiliki satu masa depan yang indah, tetapi kenyataannya mereka sedang berada dalam pengembaraan. Sehingga mereka mengabaikan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pengembara. Mereka juga lupa bahwa di sini masih ada tantangan yang harus mereka hadapi. Maka pada akhirnya ketika mereka tersadar akan keadaan mereka, akibatnya akan sama dengan yang pertama tadi, yaitu mereka akan menjadi kecewa dan juga menjadi putus asa.
3. Optimisme yang realistis
Sikap ketiga, dan yang seharusnya menjadi sikap kita adalah optimisme yang realistis. Artinya, kita tahu dan yakin bahwa kita memiliki pengharapan, yaitu kedatangan Tuhan Yesus kedua kali yang membawa kita pada hidup yang kekal bersama dengan Allah, tetapi juga harus sadar bahwa itu belum terjadi dan kita masih dalam penantian atau pengembaraan. Untuk itu sambil kita tetap memegang teguh pengharapan kita, kita juga harus melakukan tugas, tanggung jawab, perjuangan kita dalam menyelesaikan pengembaraan kita. Maka antara apa yang sedang kita nanti dengan apa yang kita jalani saat ini memiliki keterkaitan satu sama lain. Yang membuat kita tetap bertahan melakukan tugas, tanggung jawab dan perjuangan kita saat ini walaupun berat adalah apa yang kita nantikan di depan kita. Ketika kita melihat bahwa betapa berarti dan indahnya hidup dalam persekutuan yang intim dengan Allah kelak, itu akan membuat kita terus berjalan melewati padang gurun pengembaraan kita dan tidak memperhitungkannya, walaupun di sana ada kesulitan dan penderitaan.
Saudara-saudara, seperti yang saya katakan tadi dari awal bahwa hidup ini adalah penantian yang sia-sia. Namun diakhir khotbah ini saya mau katakan, jangan berhenti menanti karena ternyata masih ada satu penantian yang tidak sia-sia dan bahkan mengubah seluruh penantian kita menjadi berarti, yaitu menanti kedatanan Tuhan Yesus yang kedua untuk memberi hidup kekal kepada setiap kita.
Aku Kembali ...!!!
setelah sekian lama menghilang dari peredaran, akhirnya aku kembali lagiiiiiiiiiiiiiiii......... hehehehe......
Aku minta maap neh ama temen-temen yang setia membaca tulisan-tulisan saya (weleh.....), karena lama ga ngupdate blog ini. Yah, maklumlah.... lagi terkena krisis yang berkepanjangan. krisis kemalasan global. huahahaha.......
Oke, dech.... cukup sudah basa-basinya. Semoga blog ini bermanfaat bagi temen-temen.
God bless you....
Tuesday, June 12, 2007
Pentingnya Rekan Dalam Pelayanan
“Berusahalah supaya segera datang kepadaku.” (2 Tim. 4:9)
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat dan tidak mungkin hidup tanpa orang lain. Setiap manusia membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa hidup. Prinsip ini juga berlaku di dalam pelayanan dan komunitas kita sebagai orang Kristen. Rekan itu begitu penting dalam pelayanan. Kita tidak mungkin bisa melayani sendiri. Pelayanan yang kita lakukan di dalam gereja bukan pelayanan sendiri, tetapi pelayanan tim. Masalah dalam pelayanan bukan masalah sendiri, tetapi masalah tim pelayanan. Kesuksesan dalam pelayanan bukan kesuksesan sendiri, tetapi kesuksesan tim. Bahkan pelayanan yang bertumbuh bukanlah pelayanan yang dilakukan oleh pribadi-pribadi, tetapi pelayanan yang dibangun oleh tim. Rasul Paulus di dalam pelayanannya tidak pernah merasa bahwa ia mamapu melayani sendiri, tetapi justru rekan itu sangat berperan penting dalam pelayanannya.
Dalam pasal 4:6, Paulus menjelaskan tentang keadaannya sendiri. Sekarang Paulus dalam penjara, dan dia sudah mengerti bahwa tidak ada harapan lagi untuk meneruskan pelayanannya. Walaupun demikian surat ini penuh dengan sukacita. Sebentar lagi dia akan bertemu dengan Tuhan Yesus dalam kemuliaan. Oleh sebab itu dia bersyukur atas “mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadanya” (4:8). Dari ayat-ayat ini, kelihatannya Paulus cukup tegar dan memiliki pengharapan dalam penderitaan yang ia hadapi. Namun, dalam situasi seperti ini, Paulus sangat membutuhkan rekan yang bisa membantu, mendukung, menguatkan dan menghibur dia. Dalam ayat 9 Paulus meminta Timotius untuk datang kepadanya karena beberapa rekannya meninggalkan dia. Salah satunya adalah Demas yang telah mencintai dunia ini. Dia juga meminta supaya Markus dijemput dan dibawa kepadanya. Pada detik-detik terakhir kehidupan Paulus, ia begitu menyadari bahwa rekan pelayanan itu sangat berarti bagianya.
Ada kalanya di dalam pelayanan kita sangat mebutuhkan rekan yang bisa menolong kita. Kadang-kadang ada masalah-masalah yang tidak dapat kita tanggung sendiri. Biasanya di saat-saat seperti ini kita baru menyadari begitu pentingnya rekan dalam pelayanan. Untuk itu kita dituntut untuk memiliki rekan dalam pelayanan dan berjalan bersama tim, bukan berjalan sendiri. Dengan adanya rekan dalam pelayanan kita bisa saling berbagi. Berbagi masalah, penderitaan, beban, bahkan berbagi sukacita dan berkat Tuhan.
Persahabatan itu seperti tangan dan mata. Saat tangan terluka, mata menangis; saat mata menangis tangan menghapusnya.
Thursday, May 31, 2007
Kanker Dalam Gereja
“Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker…” (2 Tim. 2:16-17)
Salah satu masalah yang dihadapi oleh Timotius dalam pelayanannya adalah adanya pengajar-pengajar yang sesat di dalam jemaat. Ada beberapa di antara jemaat yang menyimpang dari pengajaran dan kebenaran firman Tuhan. Oleh Paulus mereka ini dideskripsikan sebagai orang yang bersilat kata sehingga mengacaukan orang yang mendengarnya (2:14), omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan (2:16). Bahkan lebih parah lagi mereka digambarkan oleh Paulus sebagai penyakit ”kanker” yang menjalar, yang mempengaruhi jemaat (2:17). Mereka ini adalah pembuat-pembuat masalah dalam pelayanan dan menjadi penyakit (bahkan penyakit ”kanker”) di dalam gereja. Paulus memberikan contoh dua orang yang menyebabkan penyakit ”kanker” di dalam jemaat, yaitu Himeneus dan Filetus, yang mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung (2:18). Penyakit semacam ini bukan hanya masalah dalam pelayanan Timotius, tetapi juga masalah pelayanan di zaman ini. Mungkin bentuknya berbeda, tetapi intinya sama, yaitu menjadi penyakit ”kanker” dalam jemaat.
Dalam menghadapi penyakit ”kanker” ini, Paulus menasehatkan beberapa hal kepada Timotius. Pertama, menegur mereka yang mejadi penyakit ”kanker”. Paulus mengatakan ingatkan dan pesankan semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah (2:14). Kedua, berpegang teguh pada kebenaran dan tidak berkompromi dengan mereka (2: 15). Ketiga, menghindari mereka (2:16). Bukan membenci mereka, tetapi menghindar dari pengaruh mereka. Keempat, dengan lemah lembut menuntun mereka (2:25). Walaupun kebenaran tetap ditegakkan tanpa kompromi, tetapi selalu ada kesempatan kedua, jika mereka sadar dan mau bertobat (2:26).
Penyakit ”kanker” di dalam gereja tidak hanya pengajar-pengajar yang sesat. Sikap dan perbuatan kita yang membuat orang lain tersandung, bisa menjadi penyakit ”kanker” dalam gereja. Tidak bertanggung jawab di dalam pelayanan sehingga membuat rekan kita tersakiti dan mempengaruhi keberlangsungan pelayanan Tuhan, juga adalah ”kanker” dalam pelayanan. Jika kita ada dalam posisi ini, kita harus sadar kembali dan kita masih ada kesempatan kedua. Tetapi bagi kita yang berhadapan dengan penyakit-penyakit ”kanker” dalam pelayanan, kita mempunyai tugas mulia, yaitu menjadi penyembuh-penyembuh penyakit yang merusak pelayanan ini.
Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan (2 Tim. 2:19).
Tuesday, May 29, 2007
Api Pelayanan
“Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.” (2 Tim. 1:6)
Melayani Tuhan dan masalah di dalam pelayanan adalah satu paket yang tidak dapat dipisahkan. Entah pelayanan apa yang kita lakukan atau posisi apa kita di dalam pelayanan, acapkali kita menghadapi permasalahan di dalam pelayanan. Mungkin kita sebagai hamba Tuhan atau jemaat yang melayani, hampir dapat dipastikan suatu waktu kita akan diperhadapkan dengan masalah, walaupun dalam porsi yang berbeda-beda dan tentunya dalam versi Allah. Acapkali masalah-masalah yang timbul dalam pelayanan ini membuat semangat pelayanan kita berkurang, bahkan mungkin bisa memadamkan api pelayanan kita. Sebagai pelayan Tuhan yang masih muda, Timotius juga menghadapi hal semacam ini. Namun, bagaimanakah Timotius mengobarkan kembali api pelayanannya dalam menghadapi berbagai masalah di dalam pelayanannya?
Dalam menghadapi masalah dalam pelayanan, Paulus kembali mengingatkan Timotius untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padanya. Paulus menambahkan bahwa yang diberikan Allah bukanlah roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Karunia Allah ini juga yang memanggil Timotius untuk melayani Tuhan, bukan karena perbuatannya. Dengan kata lain, Paulus menasihatkan kepada Timotius supaya jangan memandang besarnya masalah di dalam pelayanan, tetapi lihatlah besarnya anugerah Allah yang telah memanggilnya dengan panggilan kudus untuk menjadi pelayan Tuhan. Itulah yang menjadi api pelayanan Timotius dan juga pelayanan setiap orang Kristen. Dalam hal ini Paulus memberikan contoh, yaitu dirinya sendiri. Dia mengatakan bahwa dia rela menderita atau menghadapi tantangan dalam pelayanan karena ada api pelayanan yang terus berkobar, yaitu panggilannya untuk memberitakan Injil (1:11-12).
Waktu kita mengambil bagian dalam pelayanan, mungkin kita berpikir semuanya akan berjalan mulus dan bebas dari masalah. Tetapi ternyata setelah kita menjalaninya seolah masalah itu menjadi bagian dari pelayanan. Dalam pelayanan kita mungkin tidak dihargai, pelayanan kita tidak dianggap, kita disalahpahami, dan ini membuat api pelayanan kita padam. Namun, seperti nasehat Paulus terhadap Timotius, kita memiliki api pelayanan, yaitu anugerah Allah yang memanggil kita. Kita dipanggil bukan untuk melayani masalah, tetapi melayani Tuhan.
Jika api pelayananmu padam, pandanglah pada anugerah Allah.
SIBUK BELUM TENTU BAIK, DIAM TAK SELALU BURUK
Nats: Lukas 10:38-42 “Tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (...

-
"Kemudian, Allah berkata, "Marilah sekarang Kita membuat manusia menurut gambar Kita, dalam keserupaan Kita. ... Maka, Allah me...
-
2 Timotius 1 “Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.” (2 Tim. ...
-
Nats: Lukas 10:38-42 “Tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (...