Tuesday, May 14, 2019

KETIKA KITA SALAH MENGARTIKAN KASIH ALLAH


Nats:
Yohanes 4:15-26; Matius 5:3-12

Ayat Mas:
“TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya” (Nahum 1:7).

PENDALAMAN
                Konsep yang salah tentang Allah sering berpengaruh di dalam kehidupan kita. Sebagai contoh, dalam hal parenting. Para orang tua diyakinkan bahwa tujuan kita merawat, mendidik dan membesarkan anak-anak adalah membuat mereka bahagia. Sayang cara berpikir itu menjadi keliru, banyak orang tua akan berusaha sedemikian rupa untuk membuat anak bahagia di dalam kaca mata si anak itu sendiri. Surat kabar Los Angeles Times memaparkan, banyak pasangan muda yang menikah tak mau punya anak. Salah satu alasan utamanya adalah mereka tak mau memikul tanggung jawab setelah punya anak harus membuat anak bahagia. Kemudian catatan Surat Kabar tersebut menyebutkan bahwa banyak orang terlalu kadung berpendapat bahwa kebahagiaan lebih dari segalanya. Dengan demikian, anak-anak dengan mudah menuduh orang tua dengan tuduhan, “Kalian (orang tua) tidak membuat kami bahagia seperti yang kami inginkan. Karena itu, kalian tidak mengasihi kami.” Pemikiran yang salah ini sering diprojeksikan kepada Allah Bapa sehingga dengan mudah kita membayangkan Allah sedang berusaha keras sedemikian rupa untuk membuat anak-anak-Nya bahagia berdasarkan keinginan anak-anak-Nya, khususnya ketika kita berdoa.
                Beranjak dari pemahaman Allah adalah Kasih (agape), tingkatan kasih yang tertinggi. Kasih agape selalu mempunyai dua aspek: Intelegensia Allah dan Kehendak-Nya. (Kent Hughes, Preaching the Word: John). Allah melihat dengan kemampuan inteligensianya yang lebih besar dan perspektifnya yang lebih luas daripada apa yang kita bayangkan. Ia tahu apa itu kebahagiaan yang sejati, dan di dalam kehendak-Nya Ia akan membuat kita bahagia. Dan ingatlah Allah itu baik! Ia selalu baik!  Tapi ingatlah kebahagiaan dan kebaikan Allah harus dalam definisi Allah sendiri.
                Kebahagiaan dan kebaikan Allah itu harus seimbang dengan kebenaran bahwa Allah itu kudus, memiliki pengetahuan yang sempurna, kehendak-Nya selalu benar dan tak ingin memberikan kebahagiaan yang semu.  Kebaikan-Nya tak pernah bertentangan dengan Kebenaran-Nya.

Pada saat kapan kita sering menyalahartikan kebaikan Allah berhubungan dengan kebahagiaan dengan definisi kita sendiri? Apa definisi bahagia menurut Matius 5:3-16?

Berdoalah agar kita memahami kasih Allah dengan benar dan tidak membenarkan kebahagiaan yang kita minta yang justru bertentangan dengan kehendak Allah.

Ditulis oleh:
Ps. Drs. Dedy Sutendi, M.Div., MAPCC., MASF.

No comments:

SIBUK BELUM TENTU BAIK, DIAM TAK SELALU BURUK

Nats:  Lukas 10:38-42 “Tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”  (...