2 Timotius 4
“Berusahalah supaya segera datang kepadaku.” (2 Tim. 4:9)
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat dan tidak mungkin hidup tanpa orang lain. Setiap manusia membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa hidup. Prinsip ini juga berlaku di dalam pelayanan dan komunitas kita sebagai orang Kristen. Rekan itu begitu penting dalam pelayanan. Kita tidak mungkin bisa melayani sendiri. Pelayanan yang kita lakukan di dalam gereja bukan pelayanan sendiri, tetapi pelayanan tim. Masalah dalam pelayanan bukan masalah sendiri, tetapi masalah tim pelayanan. Kesuksesan dalam pelayanan bukan kesuksesan sendiri, tetapi kesuksesan tim. Bahkan pelayanan yang bertumbuh bukanlah pelayanan yang dilakukan oleh pribadi-pribadi, tetapi pelayanan yang dibangun oleh tim. Rasul Paulus di dalam pelayanannya tidak pernah merasa bahwa ia mamapu melayani sendiri, tetapi justru rekan itu sangat berperan penting dalam pelayanannya.
Dalam pasal 4:6, Paulus menjelaskan tentang keadaannya sendiri. Sekarang Paulus dalam penjara, dan dia sudah mengerti bahwa tidak ada harapan lagi untuk meneruskan pelayanannya. Walaupun demikian surat ini penuh dengan sukacita. Sebentar lagi dia akan bertemu dengan Tuhan Yesus dalam kemuliaan. Oleh sebab itu dia bersyukur atas “mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadanya” (4:8). Dari ayat-ayat ini, kelihatannya Paulus cukup tegar dan memiliki pengharapan dalam penderitaan yang ia hadapi. Namun, dalam situasi seperti ini, Paulus sangat membutuhkan rekan yang bisa membantu, mendukung, menguatkan dan menghibur dia. Dalam ayat 9 Paulus meminta Timotius untuk datang kepadanya karena beberapa rekannya meninggalkan dia. Salah satunya adalah Demas yang telah mencintai dunia ini. Dia juga meminta supaya Markus dijemput dan dibawa kepadanya. Pada detik-detik terakhir kehidupan Paulus, ia begitu menyadari bahwa rekan pelayanan itu sangat berarti bagianya.
Ada kalanya di dalam pelayanan kita sangat mebutuhkan rekan yang bisa menolong kita. Kadang-kadang ada masalah-masalah yang tidak dapat kita tanggung sendiri. Biasanya di saat-saat seperti ini kita baru menyadari begitu pentingnya rekan dalam pelayanan. Untuk itu kita dituntut untuk memiliki rekan dalam pelayanan dan berjalan bersama tim, bukan berjalan sendiri. Dengan adanya rekan dalam pelayanan kita bisa saling berbagi. Berbagi masalah, penderitaan, beban, bahkan berbagi sukacita dan berkat Tuhan.
Persahabatan itu seperti tangan dan mata. Saat tangan terluka, mata menangis; saat mata menangis tangan menghapusnya.
Tuesday, June 12, 2007
Thursday, May 31, 2007
Kanker Dalam Gereja
2 Timotius 2
“Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker…” (2 Tim. 2:16-17)
Salah satu masalah yang dihadapi oleh Timotius dalam pelayanannya adalah adanya pengajar-pengajar yang sesat di dalam jemaat. Ada beberapa di antara jemaat yang menyimpang dari pengajaran dan kebenaran firman Tuhan. Oleh Paulus mereka ini dideskripsikan sebagai orang yang bersilat kata sehingga mengacaukan orang yang mendengarnya (2:14), omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan (2:16). Bahkan lebih parah lagi mereka digambarkan oleh Paulus sebagai penyakit ”kanker” yang menjalar, yang mempengaruhi jemaat (2:17). Mereka ini adalah pembuat-pembuat masalah dalam pelayanan dan menjadi penyakit (bahkan penyakit ”kanker”) di dalam gereja. Paulus memberikan contoh dua orang yang menyebabkan penyakit ”kanker” di dalam jemaat, yaitu Himeneus dan Filetus, yang mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung (2:18). Penyakit semacam ini bukan hanya masalah dalam pelayanan Timotius, tetapi juga masalah pelayanan di zaman ini. Mungkin bentuknya berbeda, tetapi intinya sama, yaitu menjadi penyakit ”kanker” dalam jemaat.
Dalam menghadapi penyakit ”kanker” ini, Paulus menasehatkan beberapa hal kepada Timotius. Pertama, menegur mereka yang mejadi penyakit ”kanker”. Paulus mengatakan ingatkan dan pesankan semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah (2:14). Kedua, berpegang teguh pada kebenaran dan tidak berkompromi dengan mereka (2: 15). Ketiga, menghindari mereka (2:16). Bukan membenci mereka, tetapi menghindar dari pengaruh mereka. Keempat, dengan lemah lembut menuntun mereka (2:25). Walaupun kebenaran tetap ditegakkan tanpa kompromi, tetapi selalu ada kesempatan kedua, jika mereka sadar dan mau bertobat (2:26).
Penyakit ”kanker” di dalam gereja tidak hanya pengajar-pengajar yang sesat. Sikap dan perbuatan kita yang membuat orang lain tersandung, bisa menjadi penyakit ”kanker” dalam gereja. Tidak bertanggung jawab di dalam pelayanan sehingga membuat rekan kita tersakiti dan mempengaruhi keberlangsungan pelayanan Tuhan, juga adalah ”kanker” dalam pelayanan. Jika kita ada dalam posisi ini, kita harus sadar kembali dan kita masih ada kesempatan kedua. Tetapi bagi kita yang berhadapan dengan penyakit-penyakit ”kanker” dalam pelayanan, kita mempunyai tugas mulia, yaitu menjadi penyembuh-penyembuh penyakit yang merusak pelayanan ini.
Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan (2 Tim. 2:19).
“Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker…” (2 Tim. 2:16-17)
Salah satu masalah yang dihadapi oleh Timotius dalam pelayanannya adalah adanya pengajar-pengajar yang sesat di dalam jemaat. Ada beberapa di antara jemaat yang menyimpang dari pengajaran dan kebenaran firman Tuhan. Oleh Paulus mereka ini dideskripsikan sebagai orang yang bersilat kata sehingga mengacaukan orang yang mendengarnya (2:14), omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan (2:16). Bahkan lebih parah lagi mereka digambarkan oleh Paulus sebagai penyakit ”kanker” yang menjalar, yang mempengaruhi jemaat (2:17). Mereka ini adalah pembuat-pembuat masalah dalam pelayanan dan menjadi penyakit (bahkan penyakit ”kanker”) di dalam gereja. Paulus memberikan contoh dua orang yang menyebabkan penyakit ”kanker” di dalam jemaat, yaitu Himeneus dan Filetus, yang mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung (2:18). Penyakit semacam ini bukan hanya masalah dalam pelayanan Timotius, tetapi juga masalah pelayanan di zaman ini. Mungkin bentuknya berbeda, tetapi intinya sama, yaitu menjadi penyakit ”kanker” dalam jemaat.
Dalam menghadapi penyakit ”kanker” ini, Paulus menasehatkan beberapa hal kepada Timotius. Pertama, menegur mereka yang mejadi penyakit ”kanker”. Paulus mengatakan ingatkan dan pesankan semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah (2:14). Kedua, berpegang teguh pada kebenaran dan tidak berkompromi dengan mereka (2: 15). Ketiga, menghindari mereka (2:16). Bukan membenci mereka, tetapi menghindar dari pengaruh mereka. Keempat, dengan lemah lembut menuntun mereka (2:25). Walaupun kebenaran tetap ditegakkan tanpa kompromi, tetapi selalu ada kesempatan kedua, jika mereka sadar dan mau bertobat (2:26).
Penyakit ”kanker” di dalam gereja tidak hanya pengajar-pengajar yang sesat. Sikap dan perbuatan kita yang membuat orang lain tersandung, bisa menjadi penyakit ”kanker” dalam gereja. Tidak bertanggung jawab di dalam pelayanan sehingga membuat rekan kita tersakiti dan mempengaruhi keberlangsungan pelayanan Tuhan, juga adalah ”kanker” dalam pelayanan. Jika kita ada dalam posisi ini, kita harus sadar kembali dan kita masih ada kesempatan kedua. Tetapi bagi kita yang berhadapan dengan penyakit-penyakit ”kanker” dalam pelayanan, kita mempunyai tugas mulia, yaitu menjadi penyembuh-penyembuh penyakit yang merusak pelayanan ini.
Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan (2 Tim. 2:19).
Tuesday, May 29, 2007
Api Pelayanan
2 Timotius 1
“Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.” (2 Tim. 1:6)
Melayani Tuhan dan masalah di dalam pelayanan adalah satu paket yang tidak dapat dipisahkan. Entah pelayanan apa yang kita lakukan atau posisi apa kita di dalam pelayanan, acapkali kita menghadapi permasalahan di dalam pelayanan. Mungkin kita sebagai hamba Tuhan atau jemaat yang melayani, hampir dapat dipastikan suatu waktu kita akan diperhadapkan dengan masalah, walaupun dalam porsi yang berbeda-beda dan tentunya dalam versi Allah. Acapkali masalah-masalah yang timbul dalam pelayanan ini membuat semangat pelayanan kita berkurang, bahkan mungkin bisa memadamkan api pelayanan kita. Sebagai pelayan Tuhan yang masih muda, Timotius juga menghadapi hal semacam ini. Namun, bagaimanakah Timotius mengobarkan kembali api pelayanannya dalam menghadapi berbagai masalah di dalam pelayanannya?
Dalam menghadapi masalah dalam pelayanan, Paulus kembali mengingatkan Timotius untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padanya. Paulus menambahkan bahwa yang diberikan Allah bukanlah roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Karunia Allah ini juga yang memanggil Timotius untuk melayani Tuhan, bukan karena perbuatannya. Dengan kata lain, Paulus menasihatkan kepada Timotius supaya jangan memandang besarnya masalah di dalam pelayanan, tetapi lihatlah besarnya anugerah Allah yang telah memanggilnya dengan panggilan kudus untuk menjadi pelayan Tuhan. Itulah yang menjadi api pelayanan Timotius dan juga pelayanan setiap orang Kristen. Dalam hal ini Paulus memberikan contoh, yaitu dirinya sendiri. Dia mengatakan bahwa dia rela menderita atau menghadapi tantangan dalam pelayanan karena ada api pelayanan yang terus berkobar, yaitu panggilannya untuk memberitakan Injil (1:11-12).
Waktu kita mengambil bagian dalam pelayanan, mungkin kita berpikir semuanya akan berjalan mulus dan bebas dari masalah. Tetapi ternyata setelah kita menjalaninya seolah masalah itu menjadi bagian dari pelayanan. Dalam pelayanan kita mungkin tidak dihargai, pelayanan kita tidak dianggap, kita disalahpahami, dan ini membuat api pelayanan kita padam. Namun, seperti nasehat Paulus terhadap Timotius, kita memiliki api pelayanan, yaitu anugerah Allah yang memanggil kita. Kita dipanggil bukan untuk melayani masalah, tetapi melayani Tuhan.
Jika api pelayananmu padam, pandanglah pada anugerah Allah.
“Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.” (2 Tim. 1:6)
Melayani Tuhan dan masalah di dalam pelayanan adalah satu paket yang tidak dapat dipisahkan. Entah pelayanan apa yang kita lakukan atau posisi apa kita di dalam pelayanan, acapkali kita menghadapi permasalahan di dalam pelayanan. Mungkin kita sebagai hamba Tuhan atau jemaat yang melayani, hampir dapat dipastikan suatu waktu kita akan diperhadapkan dengan masalah, walaupun dalam porsi yang berbeda-beda dan tentunya dalam versi Allah. Acapkali masalah-masalah yang timbul dalam pelayanan ini membuat semangat pelayanan kita berkurang, bahkan mungkin bisa memadamkan api pelayanan kita. Sebagai pelayan Tuhan yang masih muda, Timotius juga menghadapi hal semacam ini. Namun, bagaimanakah Timotius mengobarkan kembali api pelayanannya dalam menghadapi berbagai masalah di dalam pelayanannya?
Dalam menghadapi masalah dalam pelayanan, Paulus kembali mengingatkan Timotius untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padanya. Paulus menambahkan bahwa yang diberikan Allah bukanlah roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Karunia Allah ini juga yang memanggil Timotius untuk melayani Tuhan, bukan karena perbuatannya. Dengan kata lain, Paulus menasihatkan kepada Timotius supaya jangan memandang besarnya masalah di dalam pelayanan, tetapi lihatlah besarnya anugerah Allah yang telah memanggilnya dengan panggilan kudus untuk menjadi pelayan Tuhan. Itulah yang menjadi api pelayanan Timotius dan juga pelayanan setiap orang Kristen. Dalam hal ini Paulus memberikan contoh, yaitu dirinya sendiri. Dia mengatakan bahwa dia rela menderita atau menghadapi tantangan dalam pelayanan karena ada api pelayanan yang terus berkobar, yaitu panggilannya untuk memberitakan Injil (1:11-12).
Waktu kita mengambil bagian dalam pelayanan, mungkin kita berpikir semuanya akan berjalan mulus dan bebas dari masalah. Tetapi ternyata setelah kita menjalaninya seolah masalah itu menjadi bagian dari pelayanan. Dalam pelayanan kita mungkin tidak dihargai, pelayanan kita tidak dianggap, kita disalahpahami, dan ini membuat api pelayanan kita padam. Namun, seperti nasehat Paulus terhadap Timotius, kita memiliki api pelayanan, yaitu anugerah Allah yang memanggil kita. Kita dipanggil bukan untuk melayani masalah, tetapi melayani Tuhan.
Jika api pelayananmu padam, pandanglah pada anugerah Allah.
Thursday, May 24, 2007
Allah Itu Besar
Wahyu 70
“Biarlah bergirang dan bersukacita karena Engkau semua orang yang mencari Engkau; biarlah mereka yang mencintai keselamatan dari pada-Mu selalu berkata: ‘Allah itu besar!’” (Mzm. 70:5)
Pada suatu hari anak-anak katak pergi jalan-jalan di tempat yang tidak jauh dari tepian sungai. Waktu mereka sedang berjalan mereka melihat seekor binatang besar sedang makan rumput. Ketika tiba-tiba binatang besar itu berpaling ke arah mereka sambil bersuara, anak-anak katak itu berlarian karena takut. Setelah mereka sampai ke tepian sungai, mereka menceritakan kepada induknya mengenai binatang itu. Mereka berkata, “Oh Ibu, di luar ada binatang begitu besar. Dia mempunyai mata besar dan suaranya seperti guruh. Lalu ibu itu menjelaskan, “Itu adalah sapi. Apakah binatang itu sebesar ini?” sambil membuka dadanya. “Tidak, lebih besar dari itu,” jawab anak-anak katak. “Kalau begitu sebesar ini,” kata induk katak sambil merentangkan dadanya lebih besar lagi. Anak-anak katak itu menggelengkan kepala. Induk katak itu terus merentangkan dadanya hingga ukuran sangat besar. Tetapi tiba-tiba terdengar letusan, dada induk katak itu pecah. Mengungkapkan bahwa Allah itu besar, sangat gampang. Tetapi kenyataannya dalam hidup kita, seringkali kita menjadi seperti cerita katak yang ingin menyamai sapi yang lebih besar darinya.
Pada waktu Daud berdoa minta pertolongan kepada Tuhan karena musuh-musuhnya, dia juga berdoa supaya semua orang mengakui bahwa Allah itu besar. Daud mengakui kebesaran Allah di dalam hidupnya dan atas seluruh umat manusia, sehingga ketika dia mengalami kesulitan, dia datang kepada Allah yang besar itu. Namun, Daud tidak hanya mengaku bahwa Allah itu besar dengan bibirnya, tetapi sungguh-sungguh terbukti dalam hidupnya. Hal ini bisa kita lihat di dalam kalimat Daud berikutnya yang mengakui dirinya sengsara dan miskin di hadapan Allah. Dia mengakui bahwa dia teramat kecil dan Allah teramat besar. Allah memang patut dibesarkan dan orang yang ingin lebih besar dari Allah akan menjadi seperti musuh-musuh Daud, yang karena kesombongan mereka di hadapan Allah, mereka menjadi hancur.
Kita mungkin dengan gampang berkata, bahkan mengimani bahwa Allah itu besar. Namun, apakah dalam hidup kita Allah itu benar-benar adalah yang terbesar. Salah satu bukti bahwa Allah itu besar dalam kehidupan kita adalah ketika kita mengalami masalah dan kesusahan hidup, kita datang kepada Allah, dan ketika kita berhasil dan sukses, kita juga datang kepada Allah, bersyukur dan mengembalikan kemuliaan kepada-Nya.
“Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3:30).
“Biarlah bergirang dan bersukacita karena Engkau semua orang yang mencari Engkau; biarlah mereka yang mencintai keselamatan dari pada-Mu selalu berkata: ‘Allah itu besar!’” (Mzm. 70:5)
Pada suatu hari anak-anak katak pergi jalan-jalan di tempat yang tidak jauh dari tepian sungai. Waktu mereka sedang berjalan mereka melihat seekor binatang besar sedang makan rumput. Ketika tiba-tiba binatang besar itu berpaling ke arah mereka sambil bersuara, anak-anak katak itu berlarian karena takut. Setelah mereka sampai ke tepian sungai, mereka menceritakan kepada induknya mengenai binatang itu. Mereka berkata, “Oh Ibu, di luar ada binatang begitu besar. Dia mempunyai mata besar dan suaranya seperti guruh. Lalu ibu itu menjelaskan, “Itu adalah sapi. Apakah binatang itu sebesar ini?” sambil membuka dadanya. “Tidak, lebih besar dari itu,” jawab anak-anak katak. “Kalau begitu sebesar ini,” kata induk katak sambil merentangkan dadanya lebih besar lagi. Anak-anak katak itu menggelengkan kepala. Induk katak itu terus merentangkan dadanya hingga ukuran sangat besar. Tetapi tiba-tiba terdengar letusan, dada induk katak itu pecah. Mengungkapkan bahwa Allah itu besar, sangat gampang. Tetapi kenyataannya dalam hidup kita, seringkali kita menjadi seperti cerita katak yang ingin menyamai sapi yang lebih besar darinya.
Pada waktu Daud berdoa minta pertolongan kepada Tuhan karena musuh-musuhnya, dia juga berdoa supaya semua orang mengakui bahwa Allah itu besar. Daud mengakui kebesaran Allah di dalam hidupnya dan atas seluruh umat manusia, sehingga ketika dia mengalami kesulitan, dia datang kepada Allah yang besar itu. Namun, Daud tidak hanya mengaku bahwa Allah itu besar dengan bibirnya, tetapi sungguh-sungguh terbukti dalam hidupnya. Hal ini bisa kita lihat di dalam kalimat Daud berikutnya yang mengakui dirinya sengsara dan miskin di hadapan Allah. Dia mengakui bahwa dia teramat kecil dan Allah teramat besar. Allah memang patut dibesarkan dan orang yang ingin lebih besar dari Allah akan menjadi seperti musuh-musuh Daud, yang karena kesombongan mereka di hadapan Allah, mereka menjadi hancur.
Kita mungkin dengan gampang berkata, bahkan mengimani bahwa Allah itu besar. Namun, apakah dalam hidup kita Allah itu benar-benar adalah yang terbesar. Salah satu bukti bahwa Allah itu besar dalam kehidupan kita adalah ketika kita mengalami masalah dan kesusahan hidup, kita datang kepada Allah, dan ketika kita berhasil dan sukses, kita juga datang kepada Allah, bersyukur dan mengembalikan kemuliaan kepada-Nya.
“Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3:30).
Tuesday, May 15, 2007
Asa Di Tengah Keputusasaan
Mazmur 69
“Tetapi aku, aku berdoa kepada-Mu, ya TUHAN, pada waktu Engkau berkenan, ya Allah; demi kasih setia-Mu yang besar jawablah aku dengan pertolongan-Mu yang setia!”(Mzm. 69:14)
Ikan salem adalah salah satu jenis ikan laut yang unik. Jika hendak bertelur, ikan-ikan itu berbondong-bondong mudik ke tempat kelahirannya dulu, jauh di pegunungan. Untuk mencapai tempat tersebut perlu pengorbanan, karena banyak rintangan yang menghadang. Arus yang deras, ombak yang besar, batu-batu karang yang keras, terkaman binatang pemangsa, dan segala macam rintangan lainnya. Untuk mencapai tujuan, ikan-ikan itu juga harus berjuang melompati jeram atau air terjun yang tegak lurus atau bendungan yang tinggi. Namun, kesulitan yang amat besar tidak mengurungkan niat ikan-ikan itu untuk bertelur, karena ada satu harapan yang ada di dalam naluri ikan-ikan itu. Terkadang kita juga mengalami kesulitan-kesulitan hidup. Bahkan mungkin situasi yang kita hadapi seolah-olah tidak ada harapan lagi. Apakah yang kita lakukan dalam situasi seperti ini, menyerahkan atau terus berjuang?
Daud, dalam perikop ini memaparkan dengan jelas situasi yang dihadapi dalam hidupnya. Situasi di mana seolah-olah tidak ada asa (harapan). Dalam ay. 2-13, kita bisa melihat betapa hebatnya pergumulan dan penderitaan yang dihadapi olah Daud. Daud menggambarkan keadaannya seperti seorang yang tenggelam di dalam rawa yang airnya sudah sampai ke leher dan tidak ada tempat bertumpu. Ini adalah satu gambaran situasi di mana tidak ada lagi harapan. Namun, Daud tidak tenggelam dengan situasi yang menghimpitnya. Dia tahu bahwa masih ada satu pengharapan yang ia miliki, yaitu pengharapan di dalam Tuhan dan itulah yang membuat Daud bisa dan terus bertahan dalam menjalani hidupnya. Maka dari dalam rawa itu ia datang dan berseru kepada Tuhan, Sang pengharapan itu. Hasilnya adalah di bagian akhir perikop ini, dia memuji Allah oleh karena keyakinannya atas pengharapan itu.
Situasi semacam apakah yang sedang Saudara alami saat ini? Mungkin saat ini Saudara sedang ada dalam keputusasaan. Putus asa karena ekonomi yang sulit, kehidupan yang semakin sulit, masalah keluarga yang begitu rumit, dan sejumlah persoalan lainnya. Mungkin kita sedang berada di dalam rawa pergumulan hidup seperti yang di alami oleh Daud. Namun, kita jangan tenggelam di dalamnya. Kita bangkit kembali dan bergumul bersama Tuhan, Sang pengharapan itu. Maka pada akhirnya, pujian dan syukur akan keluar dari mulut kita.
Ketika Anda putus asa karena beratnya masalah, ingatlah Tuhan yang memberi asa.
“Tetapi aku, aku berdoa kepada-Mu, ya TUHAN, pada waktu Engkau berkenan, ya Allah; demi kasih setia-Mu yang besar jawablah aku dengan pertolongan-Mu yang setia!”(Mzm. 69:14)
Ikan salem adalah salah satu jenis ikan laut yang unik. Jika hendak bertelur, ikan-ikan itu berbondong-bondong mudik ke tempat kelahirannya dulu, jauh di pegunungan. Untuk mencapai tempat tersebut perlu pengorbanan, karena banyak rintangan yang menghadang. Arus yang deras, ombak yang besar, batu-batu karang yang keras, terkaman binatang pemangsa, dan segala macam rintangan lainnya. Untuk mencapai tujuan, ikan-ikan itu juga harus berjuang melompati jeram atau air terjun yang tegak lurus atau bendungan yang tinggi. Namun, kesulitan yang amat besar tidak mengurungkan niat ikan-ikan itu untuk bertelur, karena ada satu harapan yang ada di dalam naluri ikan-ikan itu. Terkadang kita juga mengalami kesulitan-kesulitan hidup. Bahkan mungkin situasi yang kita hadapi seolah-olah tidak ada harapan lagi. Apakah yang kita lakukan dalam situasi seperti ini, menyerahkan atau terus berjuang?
Daud, dalam perikop ini memaparkan dengan jelas situasi yang dihadapi dalam hidupnya. Situasi di mana seolah-olah tidak ada asa (harapan). Dalam ay. 2-13, kita bisa melihat betapa hebatnya pergumulan dan penderitaan yang dihadapi olah Daud. Daud menggambarkan keadaannya seperti seorang yang tenggelam di dalam rawa yang airnya sudah sampai ke leher dan tidak ada tempat bertumpu. Ini adalah satu gambaran situasi di mana tidak ada lagi harapan. Namun, Daud tidak tenggelam dengan situasi yang menghimpitnya. Dia tahu bahwa masih ada satu pengharapan yang ia miliki, yaitu pengharapan di dalam Tuhan dan itulah yang membuat Daud bisa dan terus bertahan dalam menjalani hidupnya. Maka dari dalam rawa itu ia datang dan berseru kepada Tuhan, Sang pengharapan itu. Hasilnya adalah di bagian akhir perikop ini, dia memuji Allah oleh karena keyakinannya atas pengharapan itu.
Situasi semacam apakah yang sedang Saudara alami saat ini? Mungkin saat ini Saudara sedang ada dalam keputusasaan. Putus asa karena ekonomi yang sulit, kehidupan yang semakin sulit, masalah keluarga yang begitu rumit, dan sejumlah persoalan lainnya. Mungkin kita sedang berada di dalam rawa pergumulan hidup seperti yang di alami oleh Daud. Namun, kita jangan tenggelam di dalamnya. Kita bangkit kembali dan bergumul bersama Tuhan, Sang pengharapan itu. Maka pada akhirnya, pujian dan syukur akan keluar dari mulut kita.
Ketika Anda putus asa karena beratnya masalah, ingatlah Tuhan yang memberi asa.
Friday, May 11, 2007
Berkat Yang Menjadi Berkat
Mazmur 67
“Allah memberkati kita; kiranya segala ujung bumi takut akan Dia!”(Mzm. 67:8)
Berkat Tuhan, entahkah secara materi atau rohani adalah anugerah Allah dalam hidup orang-orang percaya. Orang-orang percaya diberi hak istimewa untuk menerima dan menikmati berkat Tuhan dalam kehidupan mereka. Maka ketika kita juga berbicara tentang berkat Tuhan, kita mulai berfokus pada diri kita yang meneriman berkat dan Tuhan yang memberi berkat. Bahkan ketika kita bersyukur atas berkat Tuhan dalam hidup kita, yang menjadi temanya adalah “saya” yang telah menerima berkat bersyukur kepada Tuhan yang memberi berkat. Namun, pernahkah terpikir oleh kita bahwa berkat Tuhan yang kita terima bukan hanya berfokus pada diri kita, tetapi memberi kesaksian kepada orang lain. Apakah melalui berkat yang kita terima membuat orang lain takut akan Tuhan dan bersyukur kepada-Nya? Apakah berkat yang kita terima menjadi berkat buat orang lain?
Mazmur 67 ini mengingatkan kita bahwa berkat Tuhan tidak semata-mata berpusat pada diri kita, tetapi juga menyangkut bangsa-bangsa lain yang menyaksikannya. Ternyata tujuan berkat itu sendiri tidak berhenti pada diri kita, tetapi memberi kesaksian kepada orang lain (atau dalam konteks perikop ini adalah bangsa lain). Ketika pemazmur bersyukur kepada Allah atas berkat-Nya, berulang kali dia mengatakan “Kiranya bangsa-bangsa (suku-suku bangsa) bersyukur kepada-Mu.” Bahkan dia mengakhiri perikop ini dengan mengatakan, “Allah memberkati kita; kiranya segala ujung bumi takut akan Dia!” (ay. 8). Dengan demikian setiap berkat yang kita terima dari Tuhan adalah sebagai alat untuk kemuliaan Tuhan, sehingga melaluinya orang lain boleh datang, percaya, dan takut pada Tuhan.
Sudahkah berkat yang kita terima dari Tuhan menjadi berkat buat orang lain? Mungkin kita bertanya, lalu bagaimana caranya supaya berkat yang saya terima menjadi berkat bagi orang lain? Sebenarnya ada banyak hal yang bisa kita lakukan sehingga berkat itu menjadi berkat buat orang lain. Secara praktis misalnya, berkat rohani yang kita terima bisa kita saksikan kepada orang lain. Atau waktu kita menerima berkat secara materi, penggunaannya harus menjadi saksi buat orang lain, bukan menjadi batu sandungan. Berkat yang kita terima bukan untuk menunjukkan kehebatan kita, tetapi untuk menunjukkan bahwa Allah sungguh ada dan berkuasa atas bumi, sehingga orang lain datang menyembah-Nya.
Menerima berkat adalah suatu kebahagiaan, tetapi berkat yang menjadi berkat adalah kebahagian besar.
“Allah memberkati kita; kiranya segala ujung bumi takut akan Dia!”(Mzm. 67:8)
Berkat Tuhan, entahkah secara materi atau rohani adalah anugerah Allah dalam hidup orang-orang percaya. Orang-orang percaya diberi hak istimewa untuk menerima dan menikmati berkat Tuhan dalam kehidupan mereka. Maka ketika kita juga berbicara tentang berkat Tuhan, kita mulai berfokus pada diri kita yang meneriman berkat dan Tuhan yang memberi berkat. Bahkan ketika kita bersyukur atas berkat Tuhan dalam hidup kita, yang menjadi temanya adalah “saya” yang telah menerima berkat bersyukur kepada Tuhan yang memberi berkat. Namun, pernahkah terpikir oleh kita bahwa berkat Tuhan yang kita terima bukan hanya berfokus pada diri kita, tetapi memberi kesaksian kepada orang lain. Apakah melalui berkat yang kita terima membuat orang lain takut akan Tuhan dan bersyukur kepada-Nya? Apakah berkat yang kita terima menjadi berkat buat orang lain?
Mazmur 67 ini mengingatkan kita bahwa berkat Tuhan tidak semata-mata berpusat pada diri kita, tetapi juga menyangkut bangsa-bangsa lain yang menyaksikannya. Ternyata tujuan berkat itu sendiri tidak berhenti pada diri kita, tetapi memberi kesaksian kepada orang lain (atau dalam konteks perikop ini adalah bangsa lain). Ketika pemazmur bersyukur kepada Allah atas berkat-Nya, berulang kali dia mengatakan “Kiranya bangsa-bangsa (suku-suku bangsa) bersyukur kepada-Mu.” Bahkan dia mengakhiri perikop ini dengan mengatakan, “Allah memberkati kita; kiranya segala ujung bumi takut akan Dia!” (ay. 8). Dengan demikian setiap berkat yang kita terima dari Tuhan adalah sebagai alat untuk kemuliaan Tuhan, sehingga melaluinya orang lain boleh datang, percaya, dan takut pada Tuhan.
Sudahkah berkat yang kita terima dari Tuhan menjadi berkat buat orang lain? Mungkin kita bertanya, lalu bagaimana caranya supaya berkat yang saya terima menjadi berkat bagi orang lain? Sebenarnya ada banyak hal yang bisa kita lakukan sehingga berkat itu menjadi berkat buat orang lain. Secara praktis misalnya, berkat rohani yang kita terima bisa kita saksikan kepada orang lain. Atau waktu kita menerima berkat secara materi, penggunaannya harus menjadi saksi buat orang lain, bukan menjadi batu sandungan. Berkat yang kita terima bukan untuk menunjukkan kehebatan kita, tetapi untuk menunjukkan bahwa Allah sungguh ada dan berkuasa atas bumi, sehingga orang lain datang menyembah-Nya.
Menerima berkat adalah suatu kebahagiaan, tetapi berkat yang menjadi berkat adalah kebahagian besar.
Wednesday, May 9, 2007
Kata-kata Terakhir Socrates

Tahukah Anda kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Socrates sebelum ia mati?
"Crito, aku berutang seekor ayam kepada Asclepius; bersediakah engkau untuk membayarkan utangku?"
Dengan permintaan yang sepele inilah kehidupan filsuf dunia ternama itu berakhir.
Sumber: James Mannion, Memahami Segalanya Tentang Para Pemikir Hebat (Tangerang: Karisma Publishing Group, 2007) 8
Subscribe to:
Posts (Atom)
SIBUK BELUM TENTU BAIK, DIAM TAK SELALU BURUK
Nats: Lukas 10:38-42 “Tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (...

-
"Kemudian, Allah berkata, "Marilah sekarang Kita membuat manusia menurut gambar Kita, dalam keserupaan Kita. ... Maka, Allah me...
-
2 Timotius 1 “Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.” (2 Tim. ...
-
Nats: Lukas 10:38-42 “Tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (...