Mazmur 62
“Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku.” (Mzm. 62:2)
Dalam situasi zaman yang semakin bergejolak ini, susah untuk mendapatkan tempat yang aman. Di mana pun di dunia ini, tidak ada satu tempat yang benar-benar tenang yang bisa membuat kita merasa aman. Kita bisa tidak aman dari teroris, bencana alam, wabah penyakit, dan masih banyak lagi. Bahkan, begitu banyaknya perusahaan asuransi jiwa dan orang yang mau membeli asuransi jiwa, membuktikan bahwa di dunia ini tidak ada tempat yang tenang dan aman. Boleh dikatakan bahwa dunia ini semakin hari semakin tidak bersahabat dengan manusia. Di tengah-tengah situasi seperti ini, masihkan ada tempat yang tenang buat kita?
Dalam Mazmur 62 ini, Daud mengungkapkan bahwa masih ada satu tempat yang tenang dan dapat menjadi tempat perlindungan bagi manusia. Membuka perikop ini Daud berkata, “Hanya dekat Allah saja aku tenang … Allah ialah tempat perlindungan kita” (ay. 1 dan 9). Kalau kita memperhatikan perjalanan kehidupan Daud, dunia ini bukanlah tempat yang aman dan tenang baginya. Mulai ketika ia diangkat menjadi raja atas bangsa Israel, bahkan sampai akhir hidupnya, dunia dan orang-orang yang ada disekitarnya selalu membuat hidupnya dalam ancaman yang membahayakan jiwanya. Ancaman yang dihadapi oleh Daud bukan hanya dari musuh-musuhnya, bahkan juga dari orang yang ia kasihi. Namun, di tengah situasi semacam ini, Daud menemukan bahwa masih ada tempat yang aman dan tenang, yaitu dekat Allah. Hanya orang-orang yang dekat dengan Allah yang mendapatkan ketenangan dalam hidupnya.
Apakah Saudara sedang mencari ketenangan? Apakah Saudara sedang bingung dan kuatir karena tidak menemukan ketenangan dalam hidup Saudara? Apakah Saudara masih mengharapkan ketenangan dari dunia ini? Mari kita belajar dari Daud. Daud menyadari bahwa dunia dan segala yang ada di dalamnya, bahkan kekayaan dan kuasa tidak dapat memberikan ketenangan dalam hidupnya. Daud percaya sepenuhnya bahwa hanya ada satu tempat yang tenang, yaitu dekat dengan Allah. Saudara janganlah menaruh harapan pada dunia ini. Jangan menggantungkan ketenangan Saudara pada harta, kuasa, dan pada segala sesuatu yang Saudara miliki di dunia ini, karena cepat atau lambat semuanya akan membuat Saudara kecewa. Namun, dekatlah dengan Allah, sehingga Saudara memperoleh ketenangan yang sejati. Dekatlah dengan Allah dalam doa, saat teduh, pelayanan, dan seluruh aspek hidup Saudara.
Ketengan sejati adalah bukan menghindari masalah, tetapi mendekat pada Allah.
Saturday, April 28, 2007
Tuesday, April 24, 2007
Dengan Allah ...!
Mazmur 60
“Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita.” (Mzm. 60:14)
Dengan apa atau dengan siapa kita menjalani hidup kita, akan menentukan bagaimana kita hidup. Jika kita hidup dengan kekuatan kita sendiri, dengan diri kita sendiri, dengan kekayaan kita, maka dapat dipastikan hidup kita akan berakhir tanpa kemenangan, karena apa yang kita miliki tidak sanggup untuk menopang kita dalam menghadapi hidup ini. Tetapi, jika kita hidup dengan Allah, kemenangan demi kemenangan kita akan rasakan dan dan nikmati. Inilah yang dialami oleh Daud dalam hidupnya. Walaupun hidupnya penuh dengan masalah, tetapi kemenangan tidak pernah lepas dari hidupnya.
Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang membuat Daud selalu menang dalam hidupnya? Selama hidupnya, Daud tidak pernah melakukan susuatu dalam mengahadapi musuhnya dengan kekuatannya sendiri. Bahkan ketika ia menang menghadapi masalah pun, ia tidak berkata bahwa ia melakukannya dengan kekuatannya. Waktu ia menghadapi Goliat, dia tidak berkata aku datang dengan kekuatanku, tetapi ia berkata, “… aku mendatangi engkau dengan nama Tuhan semesta alam …” (1 Sam. 17:45). Demikian juga di dalam perikop ini, ketika ia memerangi orang Aram – Mesopotamia dan orang Aram – Zoba, dia berdoa dan berseru kepada Allah supaya ia bisa memerangi mereka dan memperoleh kemenangan. Dan di akhir doanya ia berkata, “Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita” (Mzm. 60:14). Akhirnya, Daud memperoleh kemenangan menghadapi musuhnya. Rahasianya adalah Daud menjalani hidupnya selalu bersama dengan Allah.
Hidup orang Kristen sebenarnya adalah hidup yang tidak dapat berjalan sendiri. Hidup orang Kristen harus selalu berjalan bersama dengan Yesus Kristus, karena Dia adalah Tuhan atas hidup kita. Namun, acapkali kita mau berjalan sendiri dengan kekuatan dan dengan apa yang kita miliki. Hidup yang seperti ini adalah hidup yang tanpa kemenangan dan akan berakhir dengan kesedihan. Untuk itu, seharusnya dalam menjalani hidup ini kita harus berkata, dengan Allah aku hidup. Dengan Allah aku menghadapi masalah. Dengan Allah aku menjalani usaha, bisnis, atau pekerjaanku. Dengan Allah aku membangun keluargaku. Dengan Allah aku melakukan pelayananku. Semuanya, dengan Allah …!
Dengan Allah kemenangan di pihak kita.
“Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita.” (Mzm. 60:14)
Dengan apa atau dengan siapa kita menjalani hidup kita, akan menentukan bagaimana kita hidup. Jika kita hidup dengan kekuatan kita sendiri, dengan diri kita sendiri, dengan kekayaan kita, maka dapat dipastikan hidup kita akan berakhir tanpa kemenangan, karena apa yang kita miliki tidak sanggup untuk menopang kita dalam menghadapi hidup ini. Tetapi, jika kita hidup dengan Allah, kemenangan demi kemenangan kita akan rasakan dan dan nikmati. Inilah yang dialami oleh Daud dalam hidupnya. Walaupun hidupnya penuh dengan masalah, tetapi kemenangan tidak pernah lepas dari hidupnya.
Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang membuat Daud selalu menang dalam hidupnya? Selama hidupnya, Daud tidak pernah melakukan susuatu dalam mengahadapi musuhnya dengan kekuatannya sendiri. Bahkan ketika ia menang menghadapi masalah pun, ia tidak berkata bahwa ia melakukannya dengan kekuatannya. Waktu ia menghadapi Goliat, dia tidak berkata aku datang dengan kekuatanku, tetapi ia berkata, “… aku mendatangi engkau dengan nama Tuhan semesta alam …” (1 Sam. 17:45). Demikian juga di dalam perikop ini, ketika ia memerangi orang Aram – Mesopotamia dan orang Aram – Zoba, dia berdoa dan berseru kepada Allah supaya ia bisa memerangi mereka dan memperoleh kemenangan. Dan di akhir doanya ia berkata, “Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita” (Mzm. 60:14). Akhirnya, Daud memperoleh kemenangan menghadapi musuhnya. Rahasianya adalah Daud menjalani hidupnya selalu bersama dengan Allah.
Hidup orang Kristen sebenarnya adalah hidup yang tidak dapat berjalan sendiri. Hidup orang Kristen harus selalu berjalan bersama dengan Yesus Kristus, karena Dia adalah Tuhan atas hidup kita. Namun, acapkali kita mau berjalan sendiri dengan kekuatan dan dengan apa yang kita miliki. Hidup yang seperti ini adalah hidup yang tanpa kemenangan dan akan berakhir dengan kesedihan. Untuk itu, seharusnya dalam menjalani hidup ini kita harus berkata, dengan Allah aku hidup. Dengan Allah aku menghadapi masalah. Dengan Allah aku menjalani usaha, bisnis, atau pekerjaanku. Dengan Allah aku membangun keluargaku. Dengan Allah aku melakukan pelayananku. Semuanya, dengan Allah …!
Dengan Allah kemenangan di pihak kita.
Monday, April 23, 2007
Jika Tuhan Tertawa
Mazmur 59
“Tetapi Engkau, TUHAN, menertawakan mereka, Engkau mengolok-olok segala bangsa.”(Mzm. 59:9)
“Pada saat Anda dilahirkan ke dunia, Allah ada di sana sebagai saksi yang tak kelihatan, tersenyum atas kelahiran Anda.” Pernyataan ini adalah kutipan dari bukunya Rick Warren, The Purpose Driven Life, hal. 69. Salah satu tujuan kita lahir dan ada di dunia adalah untuk membuat Allah senang, supaya Allah tersenyum dan bahkan tertawa melihat hidup kita. Tetapi apa jadinya jika Allah tertawa bukan karena senang melihat hidup kita? Apa jadinya jika Allah tertawa dengan sinis oleh karena murkanya melihat kejahatan kita?
Tidak dapat digambarkan lagi masalah yang dihadapi oleh Daud. Ancaman yang dia hadapi dari Saul bertubi-tubi. Kali ini Saul menyuruh orang mengawasi dan mengamat-amati rumahnya untuk membunuh dia (ay. 1, bnd. 1 Sam. 19:11). Namun, semakin dia dalam bahaya, semakin dia berseru dan berharap pada Tuhan. Yang luar biasa adalah justru ketika dalam bahaya inilah dia menyaksikan Allah selalu dipihaknya dan orang-orang yang memusuhinya selalu tidak berdaya dibuat oleh Allah. Dalam perikop ini, Daud menyaksikan Allah tertawa melihat musuh-musuhnya. Tertawa bukan karena senang, tetapi tertawa sinis karena kejahatan mereka terhadap Daud. Sekali lagi, oleh pertolongan dan kasih setia Tuhan, Daud merayakan kemenangannya atas musuh-musuhnya. Ini bukan semata-mata karena kehebatan Daud, tetapi karena dia berharap dan berserah penuh kepada Tuhan.
Hari ini, jika Allah tertawa melihat kita, Dia tertawa karena apa? Ada dua pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Daud dan musuh-musuhnya ini. Pertama, dari sisi Daud, mari kita belajar seperti Daud yang terus berhaharap dan berserah penuh kepada Tuhan. Semakin ada masalah, semakin berdekat dengan Tuhan. Semakin tinggi pencobaan yang kita alami, semakin tinggi kita harus melangkah bersama Tuhan. Kalau ini kita lakukan, Tuhan akan senang dan tersenyum manis melihat kita. Kedua, dari sisi musuh-musuh Daud, mari kita mengoreksi diri kita. Jangan sampai Tuhan tertawa sinis karena murkanya melihat hidup kita yang jahat, yang terus mengeraskan hati dan tidak mau berbalik dari kehidupan kita yang lama, yang tidak berkenan dengan Allah. Marilah kita membuat Allah senang, tersenyum manis, bahkan tertawa melihat hidup kita.
Allah tersenyum ketika kita menaati Dia dengan sepenuh hati – Rick Warren.
“Tetapi Engkau, TUHAN, menertawakan mereka, Engkau mengolok-olok segala bangsa.”(Mzm. 59:9)
“Pada saat Anda dilahirkan ke dunia, Allah ada di sana sebagai saksi yang tak kelihatan, tersenyum atas kelahiran Anda.” Pernyataan ini adalah kutipan dari bukunya Rick Warren, The Purpose Driven Life, hal. 69. Salah satu tujuan kita lahir dan ada di dunia adalah untuk membuat Allah senang, supaya Allah tersenyum dan bahkan tertawa melihat hidup kita. Tetapi apa jadinya jika Allah tertawa bukan karena senang melihat hidup kita? Apa jadinya jika Allah tertawa dengan sinis oleh karena murkanya melihat kejahatan kita?
Tidak dapat digambarkan lagi masalah yang dihadapi oleh Daud. Ancaman yang dia hadapi dari Saul bertubi-tubi. Kali ini Saul menyuruh orang mengawasi dan mengamat-amati rumahnya untuk membunuh dia (ay. 1, bnd. 1 Sam. 19:11). Namun, semakin dia dalam bahaya, semakin dia berseru dan berharap pada Tuhan. Yang luar biasa adalah justru ketika dalam bahaya inilah dia menyaksikan Allah selalu dipihaknya dan orang-orang yang memusuhinya selalu tidak berdaya dibuat oleh Allah. Dalam perikop ini, Daud menyaksikan Allah tertawa melihat musuh-musuhnya. Tertawa bukan karena senang, tetapi tertawa sinis karena kejahatan mereka terhadap Daud. Sekali lagi, oleh pertolongan dan kasih setia Tuhan, Daud merayakan kemenangannya atas musuh-musuhnya. Ini bukan semata-mata karena kehebatan Daud, tetapi karena dia berharap dan berserah penuh kepada Tuhan.
Hari ini, jika Allah tertawa melihat kita, Dia tertawa karena apa? Ada dua pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Daud dan musuh-musuhnya ini. Pertama, dari sisi Daud, mari kita belajar seperti Daud yang terus berhaharap dan berserah penuh kepada Tuhan. Semakin ada masalah, semakin berdekat dengan Tuhan. Semakin tinggi pencobaan yang kita alami, semakin tinggi kita harus melangkah bersama Tuhan. Kalau ini kita lakukan, Tuhan akan senang dan tersenyum manis melihat kita. Kedua, dari sisi musuh-musuh Daud, mari kita mengoreksi diri kita. Jangan sampai Tuhan tertawa sinis karena murkanya melihat hidup kita yang jahat, yang terus mengeraskan hati dan tidak mau berbalik dari kehidupan kita yang lama, yang tidak berkenan dengan Allah. Marilah kita membuat Allah senang, tersenyum manis, bahkan tertawa melihat hidup kita.
Allah tersenyum ketika kita menaati Dia dengan sepenuh hati – Rick Warren.
Saturday, April 21, 2007
Manusia Setengah Dewa
Mazmur 58
“Sungguhkah kamu memberi keputusan yang adil, hai para penguasa? Apakah kamu hakimi anak-anak manusia dengan jujur?” (Mzm. 58:12)
Masih terniang di telinga kita salah satu lagu yang dinyanyikan oleh Iwan Fals, berjudul “Manusia Setengah Dewa”. Lagu ini sempat menjadi sorotan publik, karena dituntut oleh salah satu agama di Indonesia yang dinilai melecehkan agama tersebut. Namun, bukan masalah ini yang mau saya soroti. Yang perlu kita lihat adalah isi lagu ini, yaitu suara hati rakyat terhadap penguasa (sang Presiden yang baru), supaya memperhatikan rakyat dan menegakkan keadilan. Bahkan, begitu langkanya hal tersebut, sampai-sampai jika sang Presiden baru itu bisa mewujudkan suara hati rakyat, maka akan dijadikan manusia setengah dewa. Walaupun tidak seekstrim Iwan Fals, Daud juga pernah menyerukan supaya penguasa bisa menegakkan keadilan.
Ketika Daud melihat ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa, Daud bereaksi dan menyerukan keadilan terhadap penguasa. Daud tidak tahan melihat ketidakadilan penguasa. Mereka menghakimi dengan tidak jujur, melakukan kejahatan, bahkan menjalankan kekerasan di bumi. Maka sebagai orang yang diurapi Tuhan, Daud berteriak kepada penguasa yang tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Daud tidak sabar melihat orang benar diperlakukan tidak adil, sedangkan orang-orang fasik berpesta dalam kesesatan mereka. Sikap Daud ini merupakan sikap yang tepat sebagai orang yang diurapi Tuhan. Sikap ini mewakili sikap umat Tuhan ketika melihat penguasa tidak menjalankan tugasnya dengan benar. Dalam Roma 13 dikatakan bahwa pemerintah merupakan hamba atau wakil Allah di bumi, namun umat Allah adalah sebagai hamba atau wakil Allah untuk mengawasi pemerintah.
Bagaimana dengan kita? Ketika kita melihat pemerintah tidak menjalankan tugas dengan benar, siapa yang duluan berteriak? Iwan Fals atau orang Kristen? Kita tidak perlu ekstrim seperti Iwan Fals, tetapi paling tidak kita peduli terhadap ketidakadilan. Kepedulian kita tidak harus dengan mendirikan partai Kristen atau turun ke jalan-jalan untuk demo. Marilah kita mulai dengan melakukan keadilan itu sendiri. Mari kita memberikan teladan kepada pemerintah. Melalui perusahaan, rumah tangga, gereja, kita wujudkan keadilan. Jangan sampai di dalam perusahaan kita, keluarga kita, gereja kita, keadilan menjadi barang yang langka. Kita tidak perlu menjadi manusia setengah dewa, tetapi jadilah manusia utuh yang di dalamnya ada kebenaran dan keadilan.
“Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir” (Amos 5:24)
“Sungguhkah kamu memberi keputusan yang adil, hai para penguasa? Apakah kamu hakimi anak-anak manusia dengan jujur?” (Mzm. 58:12)
Masih terniang di telinga kita salah satu lagu yang dinyanyikan oleh Iwan Fals, berjudul “Manusia Setengah Dewa”. Lagu ini sempat menjadi sorotan publik, karena dituntut oleh salah satu agama di Indonesia yang dinilai melecehkan agama tersebut. Namun, bukan masalah ini yang mau saya soroti. Yang perlu kita lihat adalah isi lagu ini, yaitu suara hati rakyat terhadap penguasa (sang Presiden yang baru), supaya memperhatikan rakyat dan menegakkan keadilan. Bahkan, begitu langkanya hal tersebut, sampai-sampai jika sang Presiden baru itu bisa mewujudkan suara hati rakyat, maka akan dijadikan manusia setengah dewa. Walaupun tidak seekstrim Iwan Fals, Daud juga pernah menyerukan supaya penguasa bisa menegakkan keadilan.
Ketika Daud melihat ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa, Daud bereaksi dan menyerukan keadilan terhadap penguasa. Daud tidak tahan melihat ketidakadilan penguasa. Mereka menghakimi dengan tidak jujur, melakukan kejahatan, bahkan menjalankan kekerasan di bumi. Maka sebagai orang yang diurapi Tuhan, Daud berteriak kepada penguasa yang tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Daud tidak sabar melihat orang benar diperlakukan tidak adil, sedangkan orang-orang fasik berpesta dalam kesesatan mereka. Sikap Daud ini merupakan sikap yang tepat sebagai orang yang diurapi Tuhan. Sikap ini mewakili sikap umat Tuhan ketika melihat penguasa tidak menjalankan tugasnya dengan benar. Dalam Roma 13 dikatakan bahwa pemerintah merupakan hamba atau wakil Allah di bumi, namun umat Allah adalah sebagai hamba atau wakil Allah untuk mengawasi pemerintah.
Bagaimana dengan kita? Ketika kita melihat pemerintah tidak menjalankan tugas dengan benar, siapa yang duluan berteriak? Iwan Fals atau orang Kristen? Kita tidak perlu ekstrim seperti Iwan Fals, tetapi paling tidak kita peduli terhadap ketidakadilan. Kepedulian kita tidak harus dengan mendirikan partai Kristen atau turun ke jalan-jalan untuk demo. Marilah kita mulai dengan melakukan keadilan itu sendiri. Mari kita memberikan teladan kepada pemerintah. Melalui perusahaan, rumah tangga, gereja, kita wujudkan keadilan. Jangan sampai di dalam perusahaan kita, keluarga kita, gereja kita, keadilan menjadi barang yang langka. Kita tidak perlu menjadi manusia setengah dewa, tetapi jadilah manusia utuh yang di dalamnya ada kebenaran dan keadilan.
“Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir” (Amos 5:24)
Friday, April 20, 2007
Senjata Makan Tuan
Mazmur 57
“Mereka memasang jaring terhadap langkah-langkahku, ditundukkannya jiwaku, mereka menggali lobang di depanku, tetapi mereka sendiri jatuh ke dalamnya.”(Mzm. 57:7)
“Senjata makan tuan”. Siapa yang tidak mengerti arti ungkapan ini. Saya yakin setiap kita mengerti arti ungkapan ini. Ungkapan ini ditujukan kepada orang yang dicelakai oleh senjatanya sendiri, atau orang yang jatuh ke dalam perangkap yang dibuatnya sendiri. Yang menarik adalah ungkapan ini juga dipakai oleh Daud untuk menggambarkan musuh-musuhnya. Walaupun istilah yang dipakai berbeda, namun mengandung makna yang sama. Daud mengatakan, “… mereka menggali lobang di depanku, tetapi mereka sendiri jatuh ke dalamnya” (Mzm. 57:7). Ini adalah gambaran orang-orang yang ingin menjatuhkan atau mencelakai orang benar.
Perikop ini masih merupakan rangkain dari mazmur Daud dalam menghadapi musuh-musuh yang mengejar-ngejarnya. Secara khusus bagian ini adalah mazmur Daud ketika ia lari dari Saul ke dalam gua (ay. 1). Kalau kita melihat gambaran yang dipakai oleh Daud untuk mendeskripsikan keadaan yang sedang ia hadapi (ay. 5), seolah-olah dia sedang berada di bawah bayang-bayang maut. Namun, Daud selalu mengadalkan Tuhan dan hanya bersandar pada Tuhan. Di bawah bayang-bayang maut ia berseru kepada Tuhan dan Tuhan menolongnya. Ternyata maut pun tidak berdaya terhadap Tuhan, karena kemuliaan-Nya mengatasi seluruh bumi (ay. 6). Bahkan rencana jahat yang dibuat oleh musuh-musuh Daud, menimpa diri mereka sendiri. Lobang yang mereka buat untuk menjatuhkan Daud, menjadi perangkap bagi mereka sendiri. Ini adalah bukti pemeliharaan Tuhan terhadap Daud dan umat-Nya.
Sama seperti Daud, kita juga adalah umat Allah. Apa yang dialami oleh Daud, dapat juga kita alami pada saat ini. Dalam menjalani hidup kita sebagai orang Kristen, kita mungkin mengalami berbagai tantangan. Kita diperlakukan tidak adil karena iman kita, kita dicurangi, didiskreditkan, dintimidasi, dimusuhi, dan berbagai perlakukan jahat karena iman kita. Ingatlah, semua itu tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan kemuliaan Tuhan yang mengatasi bumi. Kita harus berpegang pada janji pemeliharaan Tuhan terhadap umat-Nya. Cepat atau lambat, kita akan menyaksikan kemenangan orang-orang percaya atas maut dan musuh-musuhnya. Marilah kita menantikannya dengan sabar, tekun dan tetap teguh di dalam Tuhan.
Bersama Tuhan, maut pun tidak berdaya.
“Mereka memasang jaring terhadap langkah-langkahku, ditundukkannya jiwaku, mereka menggali lobang di depanku, tetapi mereka sendiri jatuh ke dalamnya.”(Mzm. 57:7)
“Senjata makan tuan”. Siapa yang tidak mengerti arti ungkapan ini. Saya yakin setiap kita mengerti arti ungkapan ini. Ungkapan ini ditujukan kepada orang yang dicelakai oleh senjatanya sendiri, atau orang yang jatuh ke dalam perangkap yang dibuatnya sendiri. Yang menarik adalah ungkapan ini juga dipakai oleh Daud untuk menggambarkan musuh-musuhnya. Walaupun istilah yang dipakai berbeda, namun mengandung makna yang sama. Daud mengatakan, “… mereka menggali lobang di depanku, tetapi mereka sendiri jatuh ke dalamnya” (Mzm. 57:7). Ini adalah gambaran orang-orang yang ingin menjatuhkan atau mencelakai orang benar.
Perikop ini masih merupakan rangkain dari mazmur Daud dalam menghadapi musuh-musuh yang mengejar-ngejarnya. Secara khusus bagian ini adalah mazmur Daud ketika ia lari dari Saul ke dalam gua (ay. 1). Kalau kita melihat gambaran yang dipakai oleh Daud untuk mendeskripsikan keadaan yang sedang ia hadapi (ay. 5), seolah-olah dia sedang berada di bawah bayang-bayang maut. Namun, Daud selalu mengadalkan Tuhan dan hanya bersandar pada Tuhan. Di bawah bayang-bayang maut ia berseru kepada Tuhan dan Tuhan menolongnya. Ternyata maut pun tidak berdaya terhadap Tuhan, karena kemuliaan-Nya mengatasi seluruh bumi (ay. 6). Bahkan rencana jahat yang dibuat oleh musuh-musuh Daud, menimpa diri mereka sendiri. Lobang yang mereka buat untuk menjatuhkan Daud, menjadi perangkap bagi mereka sendiri. Ini adalah bukti pemeliharaan Tuhan terhadap Daud dan umat-Nya.
Sama seperti Daud, kita juga adalah umat Allah. Apa yang dialami oleh Daud, dapat juga kita alami pada saat ini. Dalam menjalani hidup kita sebagai orang Kristen, kita mungkin mengalami berbagai tantangan. Kita diperlakukan tidak adil karena iman kita, kita dicurangi, didiskreditkan, dintimidasi, dimusuhi, dan berbagai perlakukan jahat karena iman kita. Ingatlah, semua itu tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan kemuliaan Tuhan yang mengatasi bumi. Kita harus berpegang pada janji pemeliharaan Tuhan terhadap umat-Nya. Cepat atau lambat, kita akan menyaksikan kemenangan orang-orang percaya atas maut dan musuh-musuhnya. Marilah kita menantikannya dengan sabar, tekun dan tetap teguh di dalam Tuhan.
Bersama Tuhan, maut pun tidak berdaya.
Thursday, April 19, 2007
Siapa Takut ...!!!
Mazmur 56
“Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?” (Mzm. 56:12)
“Pakai hitam, siapa takut …?” Slogan ini mengingatkan kita pada iklan salah satu produk shampoo di televisi. Slogan ini menyampaikan satu pesan bahwa dengan memakai shampoo tersebut, rasa takut memakai baju hitam akibat ketombe akan hilang. Dengan shampoo rasa takut menjadi hilang. Sayangnya, shampoo di dalam iklan ini hanya bisa mengusir rasa takut dari memakai baju hitam. Bagaimana kalau rasa takut itu karena musuh, kesusahan dan berbagai pergumulan hidup? Shampoo merek apa pun tidak dapat mengusir rasa takut yang satu ini. Kita akan melihat bagaimana Daud mengusir rasa takutnya ketika dia mengalami kesusahan hidup, sehingga ia berani berkata “aku tidak takut”.
Di dalam perikop ini Daud menceritakan kesusahan yang dia alami yang membuat ia takut. Daud mendeskripsikan rasa takutnya menghadapi musuh yang begitu dahsyat. Dia mengatakan bahwa orang-orang menginjak-injaknya, sepanjang hari orang memerangi dan mengimpitnya (ay. 2). Bahkan, Daud menggambarkan musuh-musuhnya itu seperti orang yang ingin mencabut nyawanya (ay. 7). Perikop ini merupakan nyanyian Daud ketika orang Filistin menangkap dia di Gat. Waktu itu ia melarikan diri dari ancaman Raja Saul ke Gat. Ironisnya, ketika sampai di Gat, dia bertemu dengan musuh lain, yaitu orang-orang Filistin. Keadaan yang dialami oleh Daud ini mungkin bisa digambarkan dengan peribahasa yang mengatakan, “sudah jatuh, ketimpa tangga”. Kacian deh loe ...! Mungkin begitulah komentar musuh-musuhnya seandainya itu terjadi saat ini di Indonesia. Di dalam ketakutan seperti ini tercetus uangkapan iman dari Daud, “aku tidak takut”. Kunci ketidaktakutan Daud tidak terletak pada dirinya, bukan karena kepahlawanannya, tetapi karena imannya kepada Allah. Daud percaya diri bukan karena memakai shampoo, tetapi karena percaya Tuhan.
Apakah Saudara sedang takut? Mengakui atau tidak mengakui, menerima atau tidak menerima, hidup ini penuh dengan ketakutan-ketakutan. Takut gagal, takut kebutuhan tidak tercukupi, takut usaha bangkrut, takut di tolak, takut tidak naik kelas, takut menghadapi kenyataan, takut mati, dan sejumlah ketakutan lainnya. Namun, kita jangan pasrah pada rasa takut. Mari kita belajar dari Daud, yang mengusir segala rasa takutnya dengan percaya pada Tuhan. Bersama dengan Tuhan, mari kita menjalani hidup kita dengan slogan “siapa takut …?
Orang yang mau percaya diri, harus percaya Tuhan.
“Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?” (Mzm. 56:12)
“Pakai hitam, siapa takut …?” Slogan ini mengingatkan kita pada iklan salah satu produk shampoo di televisi. Slogan ini menyampaikan satu pesan bahwa dengan memakai shampoo tersebut, rasa takut memakai baju hitam akibat ketombe akan hilang. Dengan shampoo rasa takut menjadi hilang. Sayangnya, shampoo di dalam iklan ini hanya bisa mengusir rasa takut dari memakai baju hitam. Bagaimana kalau rasa takut itu karena musuh, kesusahan dan berbagai pergumulan hidup? Shampoo merek apa pun tidak dapat mengusir rasa takut yang satu ini. Kita akan melihat bagaimana Daud mengusir rasa takutnya ketika dia mengalami kesusahan hidup, sehingga ia berani berkata “aku tidak takut”.
Di dalam perikop ini Daud menceritakan kesusahan yang dia alami yang membuat ia takut. Daud mendeskripsikan rasa takutnya menghadapi musuh yang begitu dahsyat. Dia mengatakan bahwa orang-orang menginjak-injaknya, sepanjang hari orang memerangi dan mengimpitnya (ay. 2). Bahkan, Daud menggambarkan musuh-musuhnya itu seperti orang yang ingin mencabut nyawanya (ay. 7). Perikop ini merupakan nyanyian Daud ketika orang Filistin menangkap dia di Gat. Waktu itu ia melarikan diri dari ancaman Raja Saul ke Gat. Ironisnya, ketika sampai di Gat, dia bertemu dengan musuh lain, yaitu orang-orang Filistin. Keadaan yang dialami oleh Daud ini mungkin bisa digambarkan dengan peribahasa yang mengatakan, “sudah jatuh, ketimpa tangga”. Kacian deh loe ...! Mungkin begitulah komentar musuh-musuhnya seandainya itu terjadi saat ini di Indonesia. Di dalam ketakutan seperti ini tercetus uangkapan iman dari Daud, “aku tidak takut”. Kunci ketidaktakutan Daud tidak terletak pada dirinya, bukan karena kepahlawanannya, tetapi karena imannya kepada Allah. Daud percaya diri bukan karena memakai shampoo, tetapi karena percaya Tuhan.
Apakah Saudara sedang takut? Mengakui atau tidak mengakui, menerima atau tidak menerima, hidup ini penuh dengan ketakutan-ketakutan. Takut gagal, takut kebutuhan tidak tercukupi, takut usaha bangkrut, takut di tolak, takut tidak naik kelas, takut menghadapi kenyataan, takut mati, dan sejumlah ketakutan lainnya. Namun, kita jangan pasrah pada rasa takut. Mari kita belajar dari Daud, yang mengusir segala rasa takutnya dengan percaya pada Tuhan. Bersama dengan Tuhan, mari kita menjalani hidup kita dengan slogan “siapa takut …?
Orang yang mau percaya diri, harus percaya Tuhan.
Tuesday, April 17, 2007
Hanya Untuk Sementara
Mazmur 55
“Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah.” (Mzm. 55:23)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan orang-orang yang berbuat jahat dan melakukan kecurangan seolah-olah lebih berhasil atau sukses dibandingkan dengan orang yang melakukan kebenaran. Tidak jarang kita, sebagai orang Kristen iri melihat orang-orang di luar Tuhan yang berbuat curang lebih berhasil dari kita. Bahkan, kenyataan ini menimbulkan pertanyaan yang selalu dipertanyaakan sepanjang abad, yaitu: kalau Allah baik, mengapa ada kejahatan dan orang jahat, serta membiarkan orang benar mengalami penindasan, kegagalan, kemiskinan, dan sebagainya. Ironisnya, kenyataan ini pula telah membuat sebagian orang menyimpulkan bahwa tidak ada Allah atau tidak ada Allah yang baik. Hal ini terjadi karena cara mereka memandang masalah, penindasan, kegagalan, kesesakan yang dialami oleh orang percaya berbeda dengan cara Daud memandangnya.
Daud, di sepanjang hidupnya tidak pernah luput dari masalah, penderitaan, ketakutan dan badai hidup. Sejak ia diurapi menjadi raja sampai masa tuanya, dia diperhadapkan dengan berbagai masalah, bahkan maut. Dalam perikop ini pun, dia mengungkapkan betapa beratnya pergumulan yang ia hadapi. Dia mengembara dan menangis karena cemas menghadapi musuhnya, hatinya gelisah karena kengerian maut yang menimpanya, bahkan dia merasa takut dan gentar karena begitu beratnya pergumulan yang ia hadapi. Namun, di tengah pergumulan yang dahsyat ini, ia mencetuskan pernyataan imannya, “Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah” (Mzm. 55:23). Daud memandang dengan penuh keyakinan bahwa pergumulan dan penderitaan yang dihadapi oleh orang benar, hanyalah sementara sifatnya, tidak untuk selamanya. Hal ini juga sekaligus meneguhkan satu kenyataan bahwa kesuksesan orang-orang jahat yang berbuat curang, hanyalah sementara, tidak untuk selamanya.
Hari ini mungkin kita tertindas oleh karena status kita sebagai orang Kristen. Kita tidak naik jabatan karena iman kita. Kita mengalami kerugian karena melakukan kebenaran. Kita juga melihat rekan kita lebih sukses karena kecurangannya. Ingatlah, bahwa semua itu hanya sementara. Bahkan, Daud sendiri pernah berkata, “Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau” (Mzm. 37:1-2).
Lebih baik penderitaan yang sementara daripada kesuksesan semu.
“Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah.” (Mzm. 55:23)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan orang-orang yang berbuat jahat dan melakukan kecurangan seolah-olah lebih berhasil atau sukses dibandingkan dengan orang yang melakukan kebenaran. Tidak jarang kita, sebagai orang Kristen iri melihat orang-orang di luar Tuhan yang berbuat curang lebih berhasil dari kita. Bahkan, kenyataan ini menimbulkan pertanyaan yang selalu dipertanyaakan sepanjang abad, yaitu: kalau Allah baik, mengapa ada kejahatan dan orang jahat, serta membiarkan orang benar mengalami penindasan, kegagalan, kemiskinan, dan sebagainya. Ironisnya, kenyataan ini pula telah membuat sebagian orang menyimpulkan bahwa tidak ada Allah atau tidak ada Allah yang baik. Hal ini terjadi karena cara mereka memandang masalah, penindasan, kegagalan, kesesakan yang dialami oleh orang percaya berbeda dengan cara Daud memandangnya.
Daud, di sepanjang hidupnya tidak pernah luput dari masalah, penderitaan, ketakutan dan badai hidup. Sejak ia diurapi menjadi raja sampai masa tuanya, dia diperhadapkan dengan berbagai masalah, bahkan maut. Dalam perikop ini pun, dia mengungkapkan betapa beratnya pergumulan yang ia hadapi. Dia mengembara dan menangis karena cemas menghadapi musuhnya, hatinya gelisah karena kengerian maut yang menimpanya, bahkan dia merasa takut dan gentar karena begitu beratnya pergumulan yang ia hadapi. Namun, di tengah pergumulan yang dahsyat ini, ia mencetuskan pernyataan imannya, “Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah” (Mzm. 55:23). Daud memandang dengan penuh keyakinan bahwa pergumulan dan penderitaan yang dihadapi oleh orang benar, hanyalah sementara sifatnya, tidak untuk selamanya. Hal ini juga sekaligus meneguhkan satu kenyataan bahwa kesuksesan orang-orang jahat yang berbuat curang, hanyalah sementara, tidak untuk selamanya.
Hari ini mungkin kita tertindas oleh karena status kita sebagai orang Kristen. Kita tidak naik jabatan karena iman kita. Kita mengalami kerugian karena melakukan kebenaran. Kita juga melihat rekan kita lebih sukses karena kecurangannya. Ingatlah, bahwa semua itu hanya sementara. Bahkan, Daud sendiri pernah berkata, “Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang; sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau” (Mzm. 37:1-2).
Lebih baik penderitaan yang sementara daripada kesuksesan semu.
Subscribe to:
Posts (Atom)
SIBUK BELUM TENTU BAIK, DIAM TAK SELALU BURUK
Nats: Lukas 10:38-42 “Tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (...

-
"Kemudian, Allah berkata, "Marilah sekarang Kita membuat manusia menurut gambar Kita, dalam keserupaan Kita. ... Maka, Allah me...
-
2 Timotius 1 “Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.” (2 Tim. ...
-
Nats: Lukas 10:38-42 “Tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (...