Thursday, May 31, 2007

Kanker Dalam Gereja

2 Timotius 2

“Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan. Perkataan mereka menjalar seperti penyakit kanker…” (2 Tim. 2:16-17)

Salah satu masalah yang dihadapi oleh Timotius dalam pelayanannya adalah adanya pengajar-pengajar yang sesat di dalam jemaat. Ada beberapa di antara jemaat yang menyimpang dari pengajaran dan kebenaran firman Tuhan. Oleh Paulus mereka ini dideskripsikan sebagai orang yang bersilat kata sehingga mengacaukan orang yang mendengarnya (2:14), omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan (2:16). Bahkan lebih parah lagi mereka digambarkan oleh Paulus sebagai penyakit ”kanker” yang menjalar, yang mempengaruhi jemaat (2:17). Mereka ini adalah pembuat-pembuat masalah dalam pelayanan dan menjadi penyakit (bahkan penyakit ”kanker”) di dalam gereja. Paulus memberikan contoh dua orang yang menyebabkan penyakit ”kanker” di dalam jemaat, yaitu Himeneus dan Filetus, yang mengajarkan bahwa kebangkitan kita telah berlangsung (2:18). Penyakit semacam ini bukan hanya masalah dalam pelayanan Timotius, tetapi juga masalah pelayanan di zaman ini. Mungkin bentuknya berbeda, tetapi intinya sama, yaitu menjadi penyakit ”kanker” dalam jemaat.

Dalam menghadapi penyakit ”kanker” ini, Paulus menasehatkan beberapa hal kepada Timotius. Pertama, menegur mereka yang mejadi penyakit ”kanker”. Paulus mengatakan ingatkan dan pesankan semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah (2:14). Kedua, berpegang teguh pada kebenaran dan tidak berkompromi dengan mereka (2: 15). Ketiga, menghindari mereka (2:16). Bukan membenci mereka, tetapi menghindar dari pengaruh mereka. Keempat, dengan lemah lembut menuntun mereka (2:25). Walaupun kebenaran tetap ditegakkan tanpa kompromi, tetapi selalu ada kesempatan kedua, jika mereka sadar dan mau bertobat (2:26).

Penyakit ”kanker” di dalam gereja tidak hanya pengajar-pengajar yang sesat. Sikap dan perbuatan kita yang membuat orang lain tersandung, bisa menjadi penyakit ”kanker” dalam gereja. Tidak bertanggung jawab di dalam pelayanan sehingga membuat rekan kita tersakiti dan mempengaruhi keberlangsungan pelayanan Tuhan, juga adalah ”kanker” dalam pelayanan. Jika kita ada dalam posisi ini, kita harus sadar kembali dan kita masih ada kesempatan kedua. Tetapi bagi kita yang berhadapan dengan penyakit-penyakit ”kanker” dalam pelayanan, kita mempunyai tugas mulia, yaitu menjadi penyembuh-penyembuh penyakit yang merusak pelayanan ini.

Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan (2 Tim. 2:19).

Tuesday, May 29, 2007

Api Pelayanan

2 Timotius 1

“Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.” (2 Tim. 1:6)

Melayani Tuhan dan masalah di dalam pelayanan adalah satu paket yang tidak dapat dipisahkan. Entah pelayanan apa yang kita lakukan atau posisi apa kita di dalam pelayanan, acapkali kita menghadapi permasalahan di dalam pelayanan. Mungkin kita sebagai hamba Tuhan atau jemaat yang melayani, hampir dapat dipastikan suatu waktu kita akan diperhadapkan dengan masalah, walaupun dalam porsi yang berbeda-beda dan tentunya dalam versi Allah. Acapkali masalah-masalah yang timbul dalam pelayanan ini membuat semangat pelayanan kita berkurang, bahkan mungkin bisa memadamkan api pelayanan kita. Sebagai pelayan Tuhan yang masih muda, Timotius juga menghadapi hal semacam ini. Namun, bagaimanakah Timotius mengobarkan kembali api pelayanannya dalam menghadapi berbagai masalah di dalam pelayanannya?

Dalam menghadapi masalah dalam pelayanan, Paulus kembali mengingatkan Timotius untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padanya. Paulus menambahkan bahwa yang diberikan Allah bukanlah roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Karunia Allah ini juga yang memanggil Timotius untuk melayani Tuhan, bukan karena perbuatannya. Dengan kata lain, Paulus menasihatkan kepada Timotius supaya jangan memandang besarnya masalah di dalam pelayanan, tetapi lihatlah besarnya anugerah Allah yang telah memanggilnya dengan panggilan kudus untuk menjadi pelayan Tuhan. Itulah yang menjadi api pelayanan Timotius dan juga pelayanan setiap orang Kristen. Dalam hal ini Paulus memberikan contoh, yaitu dirinya sendiri. Dia mengatakan bahwa dia rela menderita atau menghadapi tantangan dalam pelayanan karena ada api pelayanan yang terus berkobar, yaitu panggilannya untuk memberitakan Injil (1:11-12).

Waktu kita mengambil bagian dalam pelayanan, mungkin kita berpikir semuanya akan berjalan mulus dan bebas dari masalah. Tetapi ternyata setelah kita menjalaninya seolah masalah itu menjadi bagian dari pelayanan. Dalam pelayanan kita mungkin tidak dihargai, pelayanan kita tidak dianggap, kita disalahpahami, dan ini membuat api pelayanan kita padam. Namun, seperti nasehat Paulus terhadap Timotius, kita memiliki api pelayanan, yaitu anugerah Allah yang memanggil kita. Kita dipanggil bukan untuk melayani masalah, tetapi melayani Tuhan.

Jika api pelayananmu padam, pandanglah pada anugerah Allah.

Thursday, May 24, 2007

Allah Itu Besar

Wahyu 70

“Biarlah bergirang dan bersukacita karena Engkau semua orang yang mencari Engkau; biarlah mereka yang mencintai keselamatan dari pada-Mu selalu berkata: ‘Allah itu besar!’” (Mzm. 70:5)

Pada suatu hari anak-anak katak pergi jalan-jalan di tempat yang tidak jauh dari tepian sungai. Waktu mereka sedang berjalan mereka melihat seekor binatang besar sedang makan rumput. Ketika tiba-tiba binatang besar itu berpaling ke arah mereka sambil bersuara, anak-anak katak itu berlarian karena takut. Setelah mereka sampai ke tepian sungai, mereka menceritakan kepada induknya mengenai binatang itu. Mereka berkata, “Oh Ibu, di luar ada binatang begitu besar. Dia mempunyai mata besar dan suaranya seperti guruh. Lalu ibu itu menjelaskan, “Itu adalah sapi. Apakah binatang itu sebesar ini?” sambil membuka dadanya. “Tidak, lebih besar dari itu,” jawab anak-anak katak. “Kalau begitu sebesar ini,” kata induk katak sambil merentangkan dadanya lebih besar lagi. Anak-anak katak itu menggelengkan kepala. Induk katak itu terus merentangkan dadanya hingga ukuran sangat besar. Tetapi tiba-tiba terdengar letusan, dada induk katak itu pecah. Mengungkapkan bahwa Allah itu besar, sangat gampang. Tetapi kenyataannya dalam hidup kita, seringkali kita menjadi seperti cerita katak yang ingin menyamai sapi yang lebih besar darinya.

Pada waktu Daud berdoa minta pertolongan kepada Tuhan karena musuh-musuhnya, dia juga berdoa supaya semua orang mengakui bahwa Allah itu besar. Daud mengakui kebesaran Allah di dalam hidupnya dan atas seluruh umat manusia, sehingga ketika dia mengalami kesulitan, dia datang kepada Allah yang besar itu. Namun, Daud tidak hanya mengaku bahwa Allah itu besar dengan bibirnya, tetapi sungguh-sungguh terbukti dalam hidupnya. Hal ini bisa kita lihat di dalam kalimat Daud berikutnya yang mengakui dirinya sengsara dan miskin di hadapan Allah. Dia mengakui bahwa dia teramat kecil dan Allah teramat besar. Allah memang patut dibesarkan dan orang yang ingin lebih besar dari Allah akan menjadi seperti musuh-musuh Daud, yang karena kesombongan mereka di hadapan Allah, mereka menjadi hancur.

Kita mungkin dengan gampang berkata, bahkan mengimani bahwa Allah itu besar. Namun, apakah dalam hidup kita Allah itu benar-benar adalah yang terbesar. Salah satu bukti bahwa Allah itu besar dalam kehidupan kita adalah ketika kita mengalami masalah dan kesusahan hidup, kita datang kepada Allah, dan ketika kita berhasil dan sukses, kita juga datang kepada Allah, bersyukur dan mengembalikan kemuliaan kepada-Nya.

“Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3:30).

Tuesday, May 15, 2007

Asa Di Tengah Keputusasaan

Mazmur 69

“Tetapi aku, aku berdoa kepada-Mu, ya TUHAN, pada waktu Engkau berkenan, ya Allah; demi kasih setia-Mu yang besar jawablah aku dengan pertolongan-Mu yang setia!”(Mzm. 69:14)

Ikan salem adalah salah satu jenis ikan laut yang unik. Jika hendak bertelur, ikan-ikan itu berbondong-bondong mudik ke tempat kelahirannya dulu, jauh di pegunungan. Untuk mencapai tempat tersebut perlu pengorbanan, karena banyak rintangan yang menghadang. Arus yang deras, ombak yang besar, batu-batu karang yang keras, terkaman binatang pemangsa, dan segala macam rintangan lainnya. Untuk mencapai tujuan, ikan-ikan itu juga harus berjuang melompati jeram atau air terjun yang tegak lurus atau bendungan yang tinggi. Namun, kesulitan yang amat besar tidak mengurungkan niat ikan-ikan itu untuk bertelur, karena ada satu harapan yang ada di dalam naluri ikan-ikan itu. Terkadang kita juga mengalami kesulitan-kesulitan hidup. Bahkan mungkin situasi yang kita hadapi seolah-olah tidak ada harapan lagi. Apakah yang kita lakukan dalam situasi seperti ini, menyerahkan atau terus berjuang?

Daud, dalam perikop ini memaparkan dengan jelas situasi yang dihadapi dalam hidupnya. Situasi di mana seolah-olah tidak ada asa (harapan). Dalam ay. 2-13, kita bisa melihat betapa hebatnya pergumulan dan penderitaan yang dihadapi olah Daud. Daud menggambarkan keadaannya seperti seorang yang tenggelam di dalam rawa yang airnya sudah sampai ke leher dan tidak ada tempat bertumpu. Ini adalah satu gambaran situasi di mana tidak ada lagi harapan. Namun, Daud tidak tenggelam dengan situasi yang menghimpitnya. Dia tahu bahwa masih ada satu pengharapan yang ia miliki, yaitu pengharapan di dalam Tuhan dan itulah yang membuat Daud bisa dan terus bertahan dalam menjalani hidupnya. Maka dari dalam rawa itu ia datang dan berseru kepada Tuhan, Sang pengharapan itu. Hasilnya adalah di bagian akhir perikop ini, dia memuji Allah oleh karena keyakinannya atas pengharapan itu.

Situasi semacam apakah yang sedang Saudara alami saat ini? Mungkin saat ini Saudara sedang ada dalam keputusasaan. Putus asa karena ekonomi yang sulit, kehidupan yang semakin sulit, masalah keluarga yang begitu rumit, dan sejumlah persoalan lainnya. Mungkin kita sedang berada di dalam rawa pergumulan hidup seperti yang di alami oleh Daud. Namun, kita jangan tenggelam di dalamnya. Kita bangkit kembali dan bergumul bersama Tuhan, Sang pengharapan itu. Maka pada akhirnya, pujian dan syukur akan keluar dari mulut kita.

Ketika Anda putus asa karena beratnya masalah, ingatlah Tuhan yang memberi asa.

Friday, May 11, 2007

Berkat Yang Menjadi Berkat

Mazmur 67

“Allah memberkati kita; kiranya segala ujung bumi takut akan Dia!”(Mzm. 67:8)

Berkat Tuhan, entahkah secara materi atau rohani adalah anugerah Allah dalam hidup orang-orang percaya. Orang-orang percaya diberi hak istimewa untuk menerima dan menikmati berkat Tuhan dalam kehidupan mereka. Maka ketika kita juga berbicara tentang berkat Tuhan, kita mulai berfokus pada diri kita yang meneriman berkat dan Tuhan yang memberi berkat. Bahkan ketika kita bersyukur atas berkat Tuhan dalam hidup kita, yang menjadi temanya adalah “saya” yang telah menerima berkat bersyukur kepada Tuhan yang memberi berkat. Namun, pernahkah terpikir oleh kita bahwa berkat Tuhan yang kita terima bukan hanya berfokus pada diri kita, tetapi memberi kesaksian kepada orang lain. Apakah melalui berkat yang kita terima membuat orang lain takut akan Tuhan dan bersyukur kepada-Nya? Apakah berkat yang kita terima menjadi berkat buat orang lain?

Mazmur 67 ini mengingatkan kita bahwa berkat Tuhan tidak semata-mata berpusat pada diri kita, tetapi juga menyangkut bangsa-bangsa lain yang menyaksikannya. Ternyata tujuan berkat itu sendiri tidak berhenti pada diri kita, tetapi memberi kesaksian kepada orang lain (atau dalam konteks perikop ini adalah bangsa lain). Ketika pemazmur bersyukur kepada Allah atas berkat-Nya, berulang kali dia mengatakan “Kiranya bangsa-bangsa (suku-suku bangsa) bersyukur kepada-Mu.” Bahkan dia mengakhiri perikop ini dengan mengatakan, “Allah memberkati kita; kiranya segala ujung bumi takut akan Dia!” (ay. 8). Dengan demikian setiap berkat yang kita terima dari Tuhan adalah sebagai alat untuk kemuliaan Tuhan, sehingga melaluinya orang lain boleh datang, percaya, dan takut pada Tuhan.

Sudahkah berkat yang kita terima dari Tuhan menjadi berkat buat orang lain? Mungkin kita bertanya, lalu bagaimana caranya supaya berkat yang saya terima menjadi berkat bagi orang lain? Sebenarnya ada banyak hal yang bisa kita lakukan sehingga berkat itu menjadi berkat buat orang lain. Secara praktis misalnya, berkat rohani yang kita terima bisa kita saksikan kepada orang lain. Atau waktu kita menerima berkat secara materi, penggunaannya harus menjadi saksi buat orang lain, bukan menjadi batu sandungan. Berkat yang kita terima bukan untuk menunjukkan kehebatan kita, tetapi untuk menunjukkan bahwa Allah sungguh ada dan berkuasa atas bumi, sehingga orang lain datang menyembah-Nya.

Menerima berkat adalah suatu kebahagiaan, tetapi berkat yang menjadi berkat adalah kebahagian besar.

Wednesday, May 9, 2007

Kata-kata Terakhir Socrates


Tahukah Anda kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Socrates sebelum ia mati?



"Crito, aku berutang seekor ayam kepada Asclepius; bersediakah engkau untuk membayarkan utangku?"



Dengan permintaan yang sepele inilah kehidupan filsuf dunia ternama itu berakhir.



Sumber: James Mannion, Memahami Segalanya Tentang Para Pemikir Hebat (Tangerang: Karisma Publishing Group, 2007) 8

Pergilah dan Lihatlah ...!

Mazmur 66

“Pergilah dan lihatlah pekerjaan-pekerjaan Allah; Ia dahsyat dalam perbuatan-Nya terhadap manusia.” (Mzm. 66:5)

Acapkali yang menjadi dalih bagi orang-orang yang mempertanyakan keberadaan Tuhan adalah kalau Tuhan itu ada, mana buktinya. Bahkan orang-orang Kristen pun kadang-kadang mempertanyakan keberadaan Tuhan khususnya ketika ada masalah. Waktu ada masalah dan kesulitan, kita sering berkata, di mana Tuhan. Kalau Tuhan Mahabaik, Mahakuasa, Mahakasih, dan sejumlah Maha lainnya, mengapa Dia tidak nyata dalam masalah dan kesulitan yang saya alami? Namun, pertanyaannya adalah apakah benar Tuhan tidak ada dan tidak bertindak ketika kita mengalami masalah dan kesulitan? Ataukah kita tidak dapat melihat Tuhan oleh karena mata kita telah dibutakan oleh masalah itu sendiri?

Pemazmur dalam perikop ini mengingatkan kita kembali bagaimana Allah nyata dan bertindak dalam masalah dan kesulitan besar yang dihadapi oleh bangsa Israel. Pemazmur berkata, “Pergilah dan lihatlah pekerjaan-pekerjaan Allah; Ia dahsyat dalam perbuatan-Nya terhadap manusia” (Mzm. 66:5). Pemazmur menyuruh pembaca dan pendengarnya untuk pergi dan melihat pekerjaan-pekerjaan Allah. Pergilah dan lihatlah, artinya buktikan sendiri bahwa Tuhan itu nyata dalam kehidupan kita. Pemazmur mengacu pada apa yang telah dilakukan Allah dalam kehidupan orang Israel di masa lalu. Pemazmur memaparkan kembali perbuatan-perbuatan Allah yang ajaib dalam sejarah perjalanan bangsa Israel yang menunjukkan bahwa Allah sungguh ada dan nyata dalam kehidupan umat-Nya. Pemazmur mau membawa pembaca dan pendengarnya untuk melihat dan membuktikan bahwa Allah sungguh-sungguh bertindak dalam sejarah bangsa Israel. Pemazmur menantang kita untuk membuktikan betapa dahsyatnya perkejaan Allah dan bahwa Ia patut untuk dipuji dan bahkan seluruh bangsa patut untuk menyembah-Nya.

Kita mungkin pernah mempertanyakan atau meragukan dalam hidup kita, benarkan Tuhan nyata? Benarkah Tuhan bekerja di dalam hidup kita sehingga Ia layak kita puji dan kita sembah? Mari kita refleksikan kembali kehidupan yang sudah kita lalui bersama dengan Tuhan. Sama seperti pemazmur menyuruh bangsa Israel merefleksikan kembali sejarah hidup mereka yang sudah mereka lalui bersama Tuhan, demikian juga dengan kita. Kita melihat kembali ke belakang, maka kita akan tahu bahwa Tuhan itu sungguh ada dan bahwa pekerjaan-Nya dahsyat dalam hidup kita, maka kita juga akan tahu bahwa Tuhan sungguh ada dalam hidup kita sekarang dan selamanya. Pergilah dan lihatlah ...!!!

Sejarah hidup kita adalah bukti bahwa Allah nyata dalam hidup kita.

Tuesday, May 8, 2007

Berkat Terbesar

Mazmur 65

“Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataran-Mu! Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu, di bait-Mu yang kudus.” (Mzm. 65:5)

Ketika kita berbicara tentang berkat Tuhan, kira-kira apa yang terlintas di dalam pemikiran kita? Pada umumnya kita mengidentikan berkat Tuhan itu dengan hal-hal yang bersifat materi yang Tuhan berikan pada kita. Kita menganggap bahwa berkat Tuhan itu adalah ketika usaha kita maju, pekerjaan lancar, penghasilan makin meningkat, diberi harta yang melimpah, dan masih banyak lagi yang bersifat materi. Namun, benarkah berkat Tuhan itu hanya diukur dengan hal-hal yang bersifat jasmani? Orang Kristen yang berpikir bahwa berkat Tuhan itu merupakan pemberian Tuhan yang bersifat materi adalah orang Kristen yang picik. Hal-hal materi hanyalah bagian terkecil dari berkat Tuhan. Ada berkat Tuhan yang jauh lebih besar dari sekedar berkat materi.

Perikop yang kita baca hari ini adalah nyanyian syukur Daud atas berkat Allah. Daud dalam perikop ini memuji dan bersyukur kepada Allah atas berkat-Nya dalam kehidupan umat-Nya. Namun, yang menarik di sini ialah ucapan syukur Daud yang utama adalah bukan karena berkat materi. Memang Daud menyebutkan juga berkat materi, tetapi itu bukan yang utama sehingga ia meletakkannya di akhir mazmurnya. Dalam ayat 5 Daud berkata, “… kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu, di bait-Mu yang kudus.” Daud tidak mengatakan, kiranya kami menjadi kenyang dengan hasil ladang yang melimpah. Daud sangat menyadari bahwa berkat terbesar itu adalah ketika kebaikan Tuhan, dengan perbuatan-perbuatan Tuhan yang dahsyat dan dengan keadilan Tuhan mereka alami ketika mereka di dalam bait Allah (ay. 7). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya berkat terbesar yang Tuhan berikan di dalam hidup kita adalah berkat rohani, yaitu ketika Allah nyata dalam kehidupan kita, kebaikan dan keadilannya kita alami.

Kita tidak bisa pungkiri bahwa berkat materi itu juga penting dalam hidup kita, tetapi berkat materi bukanlah berkat satu-satunya dari Tuhan. Janganlah kita menjadi orang-orang Kristen yang picik yang hanya menilai berkat Tuhan dari segi materi. Mari kita lihat sisi yang lebih besar dari sekedar materi, yaitu kehadiran Tuhan dalam hidup kita, kebaikannya, keadilannya yang nyata dalam hidup kita. Berkat terbesar Tuhan adalah ketika kita mengalami persekutuan yang intim dengan-Nya, ketika Yesus Kristus sendiri datang ke dunia untuk memperdamaikan kita dengan Allah dan menikmati kasih-Nya.

Berkat terbesar adalah mengalami kasih Tuhan.

Saturday, May 5, 2007

Rancangan Orang Fasik

Mazmur 64

“Tetapi Allah menembak mereka dengan panah; sekonyong-konyong mereka terluka.”(Mzm. 64:8)

Firman Tuhan dalam Yeremia 29:1 mengatakan, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” Tuhan memiliki rancangan yang indah buat orang-orang percaya, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan. Namun, ternyata bukan hanya Tuhan yang memiliki rancangan bagi orang percaya. Orang-orang fasik pun memiliki rancangan bagi orang percaya yang berlawanan dengan rancangan Tuhan, yaitu rancangan untuk mencelakai orang percaya. Di satu sisi kita percaya rancangan Tuhan dalam hidup kita, namun bagaimana dengan rancangan jahat si iblis melalui orang-orang fasik?

Daud dalam mazmurnya ini, memaparkan begitu jahatnya rancangan-rancangan musuh-musuhnya terhadapnya. Musuh-musuhnya dengan licik membuat rancangan jahat terhadap Daud. Daud menggambarkan lidah mereka seperti pedang dan kata-kata mereka seperti panah untuk menembak orang yang tulus. Daud juga menggambarkan seolah-olah rancangan-rancangan jahat yang dibuat oleh orang-orang fasik itu tersusun dengan rapi dan penuh kelicikan. Bahkan mereka berkata, “Kami sudah siap, rancangan sudah rampung.” (ay. 7). Namun, rancagan Tuhan bagi umat-Nya memang tidak dapat dihalangi oleh rancangan busuk si iblis. Bahkan ironisnya, rancangan yang mereka persiapkan dengan matang, dipatahkan oleh Tuhan. Mereka berencana untuk menembak dan memusnahkan orang percaya, tetapi Allah sendiri menembak mereka dengan panah. Allah membuat mereka terluka dan tergelincir, sehingga orang yang melihat mereka menggelengkan kepala.

Dalam perjalanan hidup kita sebagai orang percaya, kita akan selalu berhadapan dengan dua sisi ini. Di satu sisi ada rancangan Tuhan yang indah buat kita, namun di sisi lain, kita juga diancam oleh rancangan si jahat atau iblis. Mungkin kita menjadi bingung, ragu, kuatir, dan takut menghadapi fakta ini. Tetapi menutup perikop ini, Daud berkata, “Orang benar akan bersukacita karena Tuhan … semua orang jujur akan bermegah” (ay. 11). Artinya, jika kita hidup benar dan jujur di hadapan Tuhan, maka rancangan-Nyalah yang terlaksana atas kita. Jika kita berpegang teguh pada janji-Nya, mencari dan melakukan kehendak-Nya, pada akhirnya rancangan jahat si iblis akan digantikan dengan sukacita.

Jika percaya pada rancangan Tuhan, mengapa takut pada rancangan iblis!

Wednesday, May 2, 2007

Merindu-Mu

Mazmur 63

“Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair.” (Mzm. 63:2)

Setiap orang pasti pernah merindukan seseorang atau sesuatu. Mungkin kita pernah rindu pada kekasih, suami atau istri, orang tua, anak, kampung halaman, dan sebagainya. Orang yang sedang merindukan seseorang atau sesuatu pasti ada satu keinginan atau harapan yang tak bisa terpenuhi kecuali bertemu dengan yang dirindukan. Rindu itu melibatkan seluruh perasaan, pikiran, kehendak, harapan untuk bertemu kepada yang dirindukan. Apalagi jika yang sedang kita rindukan adalah seorang kekasih, mungkin kita tidak bisa makan, tidur, bahkan sakit bila tidak bertemu dengannya. Pertanyaan buat kita adalah pernahkah kita merasa rindu kepada Allah? pernahkan kita menjadi penasaran karena keinginan untuk bertemu dengan Allah? Adakah kerinduan kita pada Allah seperti, bahkan melampaui kerinduan kita terhadap seorang kekasih? Atau mungkin kita tidak pernah merindukan Allah?

Kerinduan Daud pada Allah tidak dapat diragukan. Dalam perikop yang kita baca hari ini, Daud mengungkapkan betapa dalam kerinduannya kepada Allah. Di tengah-tengah kesukaran yang ia alami di padang gurun karena dikejar-kejar oleh Saul, Daud mengungkapkan kerinduannya kepada Allah. Di sini kita bisa melihat betap dalamnya Daud ingin bertemu dengan Tuhan. Kerinduan Daud kepada Allah tidak hanya seperti kerinduan pada kekasih, tetapi seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair. Ini menunjukkan bahwa jika tidak bertemu dengan Allah Daud tidak bisa dan tidak mungkin hidup. Namun, Daud tidak hanya mengungkapkan perasaan rindunya kepada Allah, ia juga mewujudkannya dengan memuji Allah (ay. 5, 6). Daud mewujudkan kerinduannya kepada Allah dengan menjadikan Allah segalanya dalam hidupnya. Bahkan dalam tidurnya pun ia mengingat Allah dan merenungkan Allah sepanjang kawal malam (ay. 7). Ini adalah kerinduan yang sejati kepada Allah.

Seorang Kristen yang tidak merindukan Allah dalam hidupnya adalah seorang Kristen yang kering seperti tanah yang tiada berair. Namun, seorang Kristen sejati adalah apabila ia merindukan Allah setiap saat dalam hidupnya. Orang yang rindu pada Allah pasti akan tampak dalam hidupnya, yaitu tiada hari dalam hidupnya tanpa memuji Allah, ada keinginan untuk mencari kehendak Tuhan lewat doa, saat teduh pribadi, ibadah komunitas, pembinaan dan sebagainya. Dengan kata lain orang yang selalu ingin berdoa, baca Alkitab, ikut ibadah, melayani Tuhan dan mau dibina adalah orang yang merindukan Allah.

Kerinduan kepada Allah memberi kepuasan jiwa.

SIBUK BELUM TENTU BAIK, DIAM TAK SELALU BURUK

Nats:  Lukas 10:38-42 “Tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”  (...