Mazmur 54
“Sesungguhnya, Allah adalah penolongku; Tuhanlah yang menopang aku. Biarlah kejahatan itu berbalik kepada seteru-seteruku; binasakanlah mereka karena kesetiaan-Mu!”(Mzm. 54:6-7)
Pernahkan Saudara berada dalam situasi di mana semua orang tidak ada yang berpihak pada Saudara? Rasanya tidak ada lagi harapan, kita sendirian, dan tidak ada tempat yang bisa kita andalkan untuk berlindung. Jika kita diperhadapkan dengan situasi seperti ini, apakah yang akan kita lakukan? Masihkan kita berharap di tengah situasi tanpa harapan seperti ini? Ataukah kita menjadi putus asa dan menyalahkan Tuhan? Situasi semacam ini pernah dialami oleh Daud. Hari ini kita akan belajar dari apa yang dilakukan oleh Daud dalam menghadapi situasi ini.
Perikop yang kita baca hari ini adalah doa Daud dalam persembunyiannya di padang gurun Zif, ketika Raja Saul mengejar-ngejarnya. Pada saat itu Raja Saul membenci dan mau membunuh Daud karena iri hati (1 Sam. 18:6-30). Untuk itu Daud melarikan diri dari hadapan Raja Saul dan bersembunyi di tempat-tempat yang lebih aman. Namun, tempat-tempat Daud bersembunyi ternyata tidak ada yang aman. Bahkan ketika dia di padang gurun Zif, orang-orang Zif pun tidak bersahabat dengannya. Mereka melaporkan keberadaan Daud di sana. Rasanya tidak ada tempat untuk bersembunyi dan tidak ada orang yang berpihak pada Daud. Namun, Daud tidak putus asa, dia terus berharap di tengah situasi tanpa harapan itu. Dia tetap berdoa dan berharap pada Tuhan. Dia tidak mengeluh dengan keadaan yang sedang ia hadapi, tetapi dia percaya pada kesetiaan Allah. Di dalam situasi tanpa pertolongan, Daud tetap percaya bahwa Tuhan adalah pertolongan dan penopangnya. Bahkan di tengah kesulitan, Daud tetap bersyukur kepada Tuhan. Buah pengharapan Daud ini adalah dia terluput dari Saul dan orang-orangnya yang mau membunuhnya (1 Sam. 23:27-28).
Pergumulan yang kita hadapi berbeda-beda. Mungkin saat ini kita sedang bergumul dengan usaha atau pekerjaan. Kita merasa sendiri dalam menghadapi masalah dalam usaha atau pekerjaan. Merasa sendiri dalam menghadapi masalah keluarga. Tidak ada yang bisa kita andalkan, bahkan orang-orang yang ada di dekat kita. Rasanya tidak ada harapan lagi. Namun, ingatlah bahwa di tengah kesendirian, Tuhan memberi pertolongan dan di tengah situasi tanpa harapan, Tuhan memberi pengharapan.
Ketika tidak ada yang berpihak pada kita, Allah tetap di pihak kita.
Saturday, April 14, 2007
Thursday, April 12, 2007
Manusia Bodoh
Mazmur 53
“Orang bebal berkata dalam hatinya: "Tidak ada Allah!" Busuk dan jijik kecurangan mereka, tidak ada yang berbuat baik.” (Mzm. 53:2)
Seorang atheis bernama F. Nietsche pernah membuat pamflet terkenal yang berbunyi, “Tuhan telah mati! Tertanda: Nietsche.” Kemudian, pada waktu ia mati, di sebuah tembok dekat kuburannya tertulis, “Nietsche telah mati! Tertanda: Tuhan.” Ketika kita mendengar istilah “manusia bodoh”, kemungkinan yang terlintas di dalam pikiran kita adalah orang yang tidak sekolah, tidak berpendidikan, tidak pintar berbisnis, tidak fasih berbicara, dan sejumlah konotasi negatif lainnya. Namun, menurut Alkitab orang bodoh bukan tidak sekolah atau berpendidikan. Orang bodoh menuut Alkitab adalah orang-orang seperti Nietsche yang menganggap Allah tidak ada, bahkan mati.
Dalam Mazmur 53:2, pemazmur berkata: “Orang bebal berkata dalam hatinya: Tidak ada Allah!” Dalam ayat ini, kata bebal dalam bahasa aslinya dapat diterjemahkan bodoh. Jadi orang bebal di sini menunjuk pada orang bodoh. Menurut pemazmur, orang-orang yang berkata dalam hatinya “tidak ada Allah”, itu adalah orang-orang bodoh. Dikatakan, “dalam hatinya”. Itu berarti bukan hanya sesuatu yang tercetus di dalam ucapan, tetapi yang sungguh-sungguh terencana di dalam hati. Dengan kata lain, sengaja meniadakan Allah dalam hidupnya. Orang-orang seperti ini beranggapan bahwa mereka mampu tanpa Allah. Mereka pikir diri mereka terlalu hebat dan pintar, sehingga Allah tidak perlu dalam hidup mereka. Ironisnya, justru Alkitab menyebut mereka ini adalah orang bodoh. Orang-orang seperti ini dalam ayat 6 dikatakan, mereka akan ditimpa kekejutan oleh murka Allah dan akan dipermalukan oleh Allah.
Sadar atau tidak sadar, mengakui atau tidak mengakui, acapkali kita menjadi orang bodoh seperti kata pemazmur. Kita bodoh bukan karena kita tidak memiliki pengetahuan. Kita mungkin memiliki pengetahuan yang baik tentang Allah, kita bisa mendeskripsikan Allah dengan tepat. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah kita melibatkan Allah di dalam hidup kita. Adakah kita melibatkan Allah di dalam usaha kita, sekolah kita, rumah tangga kita, masa depan kita? Adakah kita memulai segala sesuatu dengan melibatkan Allah di dalamnya? Orang yang tidak melibatkan Allah di dalam hidupnya adalah orang yang menganggap di dalam hatinya tidak ada Allah, dan orang seperti ini disebut ”manusia bodoh”.
Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya daripada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat daripada manusia (1 Kor. 1:25).
“Orang bebal berkata dalam hatinya: "Tidak ada Allah!" Busuk dan jijik kecurangan mereka, tidak ada yang berbuat baik.” (Mzm. 53:2)
Seorang atheis bernama F. Nietsche pernah membuat pamflet terkenal yang berbunyi, “Tuhan telah mati! Tertanda: Nietsche.” Kemudian, pada waktu ia mati, di sebuah tembok dekat kuburannya tertulis, “Nietsche telah mati! Tertanda: Tuhan.” Ketika kita mendengar istilah “manusia bodoh”, kemungkinan yang terlintas di dalam pikiran kita adalah orang yang tidak sekolah, tidak berpendidikan, tidak pintar berbisnis, tidak fasih berbicara, dan sejumlah konotasi negatif lainnya. Namun, menurut Alkitab orang bodoh bukan tidak sekolah atau berpendidikan. Orang bodoh menuut Alkitab adalah orang-orang seperti Nietsche yang menganggap Allah tidak ada, bahkan mati.
Dalam Mazmur 53:2, pemazmur berkata: “Orang bebal berkata dalam hatinya: Tidak ada Allah!” Dalam ayat ini, kata bebal dalam bahasa aslinya dapat diterjemahkan bodoh. Jadi orang bebal di sini menunjuk pada orang bodoh. Menurut pemazmur, orang-orang yang berkata dalam hatinya “tidak ada Allah”, itu adalah orang-orang bodoh. Dikatakan, “dalam hatinya”. Itu berarti bukan hanya sesuatu yang tercetus di dalam ucapan, tetapi yang sungguh-sungguh terencana di dalam hati. Dengan kata lain, sengaja meniadakan Allah dalam hidupnya. Orang-orang seperti ini beranggapan bahwa mereka mampu tanpa Allah. Mereka pikir diri mereka terlalu hebat dan pintar, sehingga Allah tidak perlu dalam hidup mereka. Ironisnya, justru Alkitab menyebut mereka ini adalah orang bodoh. Orang-orang seperti ini dalam ayat 6 dikatakan, mereka akan ditimpa kekejutan oleh murka Allah dan akan dipermalukan oleh Allah.
Sadar atau tidak sadar, mengakui atau tidak mengakui, acapkali kita menjadi orang bodoh seperti kata pemazmur. Kita bodoh bukan karena kita tidak memiliki pengetahuan. Kita mungkin memiliki pengetahuan yang baik tentang Allah, kita bisa mendeskripsikan Allah dengan tepat. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah kita melibatkan Allah di dalam hidup kita. Adakah kita melibatkan Allah di dalam usaha kita, sekolah kita, rumah tangga kita, masa depan kita? Adakah kita memulai segala sesuatu dengan melibatkan Allah di dalamnya? Orang yang tidak melibatkan Allah di dalam hidupnya adalah orang yang menganggap di dalam hatinya tidak ada Allah, dan orang seperti ini disebut ”manusia bodoh”.
Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya daripada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat daripada manusia (1 Kor. 1:25).
Wednesday, April 11, 2007
MISI SEBAGAI PENGGENAPAN TUJUAN PENCIPTAAN
Ketika berbicara tentang misi, pada umumnya kita akan beranjak dari perintah-perintah Tuhan Yesus dalam Perjanjian Baru kepada murid-murid dan gereja-Nya. Kita beranggapan bahwa misi itu dimulai ketika Tuhan Yesus berkata, pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku; kamu akan menjadi saksi-Ku ... sampai ke ujung bumi, dan masih banyak lagi perintah-perintah sejenisnya. Ini sama sekali tidak salah. Perintah-perintah itu memang memberikan peneguhan bagi setiap kita untuk menjalankan misi Tuhan di bumi ini. Namun pernahkah kita berpikir bahwa sebenarnya misi yang diberikan Tuhan kepada kita sudah dimulai ketika Allah menciptakan manusia?
Saya ingin mengajak kita bernostalgia sejenak. Kita kembali ke Taman Eden, ketika manusia pertama diciptakan. Pertanyaan klasik yang akan muncul ketika kita mengingat penciptaan adalah apakah tujuan Allah menciptakan manusia? Allah menciptakan manusia dengan tujuan bukan hanya untuk memuliakan Allah, tetapi juga untuk menikmati Allah dan berpartisipasi dalam karya-Nya. Maka manusia diciptakan sebagai makhluk eskatologis (Rom. 8:29-30), yaitu makhluk yang mempunyai tujuan dan mencapai tujuan tersebut. Adam diciptakan bukan sebagai finished project, karena Adam sekalipun belum berdosa tetap memasuki proses untuk menunjukkan kepatuhan kepada Allah. Hal ini terlihat jelas ketika manusia selesai diciptakan, perintah pertama yang diberikan Allah kepada manusia bukan perintah untuk memuliakan dia, tetapi, ”... Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kej. 1:28).
Dengan demikian, tujuan Allah menciptakan kita bukan sekedar memuliakan Dia, seolah-olah Allah kekurangan kemuliaan sehingga perlu menciptakan manusia untuk memuliakan-Nya. Allah justru menciptakan kita dengan tujuan mulia, yaitu supaya kita ambil bagian (berpartisipasi) di dalam karya ciptaan-Nya. Ketika Allah menciptakan alam semesta ini, Dia punya misi dan manusialah yang dipakai Allah untuk menjadi wakil-Nya (agen-Nya) menjalankan misi itu di bumi. Maka misi Tuhan yang kita jalankan pada dasarnya merupakan mandat Allah yang sudah Ia tetapkan sejak manusia diciptakan.
Bahkan kalau kita maju selangkah lagi, yaitu ketika manusia jatuh ke dalam dosa, sebenarnya Allah bisa bertindak sendiri untuk menyelamatkan manusia dari dosa yang membawa maut itu. Namun kalau kita perhatikan, Allah dalam rencana menyelamatkan manusia, Dia selalau memakai manusia untuk terlibat di dalamnya. Pada zaman Perjanjian Lama Allah memakai bangsa Israel dan nabi-nabi-Nya dan pada zaman Perjanjian Baru Tuhan memakai para Rasul, sedangkan pada zaman ini Tuhan memakai kita semua. Ini adalah satu penghargaan yang sangat mulia yang diberikan Allah kepada manusia. Manusia yang diciptakan dari debu tanah, dari sesuatu yang hina, diangkat Allah menjadi rekan kerja-Nya. Sayangnya, hubungan ini menjadi rusak akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa.
Kemudian ketika Tuhan Yesus datang ke dunia dan memberikan Amanat Agung, apakah dengan demikian misi penciptaan itu tidak berlaku lagi? Jawabannya adalah tidak. Justru Amanat Agung Tuhan Yesus itu adalah kelanjutan dari misi penciptaan. Bahkan Ketika Tuhan Yesus datang ke dunia dan menyelamatkan manusia, tujuan penyelamatan itu adalah membawa manusia kembali kepada tujuan penciptaan atau kepada kondisi di Taman Eden sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Dengan kata lain tujuan keselamatan yang Tuhan Yesus anugerahkan kepada kita adalah mengembalikan kita ke Taman Eden – bukan hanya sekedar bernostalgia – kepada hakekat dan tujuan penciptaan. Dengan demikian perintah-perintah Tuhan Yesus untuk melanjutkan dan menjalankan misi-Nya di bumi ini – termasuk Amanat Agung Tuhan Yesus – adalah bagian dari pemulihan ingatan kita terhadap tujuan penciptaan yang sudah terlupakan ketika kita jatuh ke dalam dosa. Untuk itu alasan utama kita untuk menjalakan misi Tuhan di bumi ini adalah untuk menggenapkan tujuan penciptaan. Konsekuensinya adalah ketika kita tidak menjalankan misi Tuhan, kita sedang keluar dari tujuan Allah menciptakan kita dan dengan demikian keluar dari rencana Allah bahkan keluar dari Allah. Maka marilah kita kembali kepada tujuan kita diciptakan atau kembali kepada Allah dengan menjalankan misi Tuhan di bumi ini.
Saya ingin mengajak kita bernostalgia sejenak. Kita kembali ke Taman Eden, ketika manusia pertama diciptakan. Pertanyaan klasik yang akan muncul ketika kita mengingat penciptaan adalah apakah tujuan Allah menciptakan manusia? Allah menciptakan manusia dengan tujuan bukan hanya untuk memuliakan Allah, tetapi juga untuk menikmati Allah dan berpartisipasi dalam karya-Nya. Maka manusia diciptakan sebagai makhluk eskatologis (Rom. 8:29-30), yaitu makhluk yang mempunyai tujuan dan mencapai tujuan tersebut. Adam diciptakan bukan sebagai finished project, karena Adam sekalipun belum berdosa tetap memasuki proses untuk menunjukkan kepatuhan kepada Allah. Hal ini terlihat jelas ketika manusia selesai diciptakan, perintah pertama yang diberikan Allah kepada manusia bukan perintah untuk memuliakan dia, tetapi, ”... Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kej. 1:28).
Dengan demikian, tujuan Allah menciptakan kita bukan sekedar memuliakan Dia, seolah-olah Allah kekurangan kemuliaan sehingga perlu menciptakan manusia untuk memuliakan-Nya. Allah justru menciptakan kita dengan tujuan mulia, yaitu supaya kita ambil bagian (berpartisipasi) di dalam karya ciptaan-Nya. Ketika Allah menciptakan alam semesta ini, Dia punya misi dan manusialah yang dipakai Allah untuk menjadi wakil-Nya (agen-Nya) menjalankan misi itu di bumi. Maka misi Tuhan yang kita jalankan pada dasarnya merupakan mandat Allah yang sudah Ia tetapkan sejak manusia diciptakan.
Bahkan kalau kita maju selangkah lagi, yaitu ketika manusia jatuh ke dalam dosa, sebenarnya Allah bisa bertindak sendiri untuk menyelamatkan manusia dari dosa yang membawa maut itu. Namun kalau kita perhatikan, Allah dalam rencana menyelamatkan manusia, Dia selalau memakai manusia untuk terlibat di dalamnya. Pada zaman Perjanjian Lama Allah memakai bangsa Israel dan nabi-nabi-Nya dan pada zaman Perjanjian Baru Tuhan memakai para Rasul, sedangkan pada zaman ini Tuhan memakai kita semua. Ini adalah satu penghargaan yang sangat mulia yang diberikan Allah kepada manusia. Manusia yang diciptakan dari debu tanah, dari sesuatu yang hina, diangkat Allah menjadi rekan kerja-Nya. Sayangnya, hubungan ini menjadi rusak akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa.
Kemudian ketika Tuhan Yesus datang ke dunia dan memberikan Amanat Agung, apakah dengan demikian misi penciptaan itu tidak berlaku lagi? Jawabannya adalah tidak. Justru Amanat Agung Tuhan Yesus itu adalah kelanjutan dari misi penciptaan. Bahkan Ketika Tuhan Yesus datang ke dunia dan menyelamatkan manusia, tujuan penyelamatan itu adalah membawa manusia kembali kepada tujuan penciptaan atau kepada kondisi di Taman Eden sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Dengan kata lain tujuan keselamatan yang Tuhan Yesus anugerahkan kepada kita adalah mengembalikan kita ke Taman Eden – bukan hanya sekedar bernostalgia – kepada hakekat dan tujuan penciptaan. Dengan demikian perintah-perintah Tuhan Yesus untuk melanjutkan dan menjalankan misi-Nya di bumi ini – termasuk Amanat Agung Tuhan Yesus – adalah bagian dari pemulihan ingatan kita terhadap tujuan penciptaan yang sudah terlupakan ketika kita jatuh ke dalam dosa. Untuk itu alasan utama kita untuk menjalakan misi Tuhan di bumi ini adalah untuk menggenapkan tujuan penciptaan. Konsekuensinya adalah ketika kita tidak menjalankan misi Tuhan, kita sedang keluar dari tujuan Allah menciptakan kita dan dengan demikian keluar dari rencana Allah bahkan keluar dari Allah. Maka marilah kita kembali kepada tujuan kita diciptakan atau kembali kepada Allah dengan menjalankan misi Tuhan di bumi ini.
Tuesday, April 10, 2007
Segera Dan Pasti
Wahyu 22
“ Ia yang memberi kesaksian tentang semuanya ini, berfirman: "Ya, Aku datang segera!" Amin, datanglah, Tuhan Yesus!” (Why. 22:20)
Adakah sesuatu yang pasti di dunia ini? Jawabnya tidak ada. Siapa yang bisa memastikan besok akan hujan. Bahkan ketika melihat langit mendung pun tidak ada yang bisa memastikan 100 % akan hujan. Siapa yang bisa memastikan besok ia masih bisa bangun dari tidurnya. Tidak ada seorang pun yang bisa memastikan bahwa besok ia masih hidup. Segala sesuatu tidak ada yang pasti. Hanya satu yang pasti, yaitu bahwa tidak ada yang pasti di dunia ini. Demikian juga dengan kedatangan Tuhan Yesus, tidak ada sesorang pun yang bisa memastikan kapan waktu kedatangan-Nya yang kedua. Hanya satu yang pasti bahwa Ia akan datang dengan segera.
Di satu sisi Alkitab menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang tahu dengan pasti kapan Tuhan Yesus datang kedua kali. Termasuk di dalam Why. 22 ini, hanya dikatakan bahwa Ia akan datang segera. Namun, walaupun tidak ada yang tahu kapan Tuhan Yesus datang, ini bukan berarti bahwa kedatangan Tuhan Yesus yang kedua juga tidak pasti. Alkitab menjelaskan bahwa Ia pasti akan datang, hanya saja tidak ada yang tahu kapan waktunya. Dengan jelas sekali Tuhan Yesus yang mengatakan bahwa Ia pasti datang dan hal ini dituguhkan dengan kata amin dalam ay. 20 yang artinya sungguh benar, pasti, bukan bohong. Inilah yang menjadi pengharapan bagi para penerima surat Wahyu ini dan bagi kita saat ini, yaitu bahwa Tuhan Yesus akan datang kembali dan mengangkat kita untuk hidup bersama dengan-Nya. Kalau Tuhan Yesus pasti datang dan kalau kedatangan-Nya itu tidak ada yang tahu kapan waktunya, lalu apa yang harus kita lakukan. Ay. 7 mengatakan, ”... Berbahagialah orang yang menuruti perkataan-perkataan nubuat kitab ini!” Yang harus kita lakukan ialah melakukan perintahnya, setia mengikuti-Nya dan siap sedia kapan pun Ia datang.
Ingat bahwa yang disebut berbahagia adalah orang yang menuruti perkataan Tuhan, bukan orang yang bisa menghitung, menebak, dan meramalkan kapan Ia akan datang. Usaha untuk menghitung, menebak dan meramal kedatangan Tuhan Yesus adalah sama seperti kata Pengkhotbah, usaha menjaring angin. Untuk itu berhentilah menghitung, menebak, meramalkan, bahkan bertanya kapan Tuhan Yesus datang. Namun, teruslah melakukan firman-Nya, bertahan dalam penderitaan dan setia sampai akhir, sehingga ketika Ia datang, Ia menemukan kita setia adanya.
Karena itu ... berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! (1 Kor. 15:58).
“ Ia yang memberi kesaksian tentang semuanya ini, berfirman: "Ya, Aku datang segera!" Amin, datanglah, Tuhan Yesus!” (Why. 22:20)
Adakah sesuatu yang pasti di dunia ini? Jawabnya tidak ada. Siapa yang bisa memastikan besok akan hujan. Bahkan ketika melihat langit mendung pun tidak ada yang bisa memastikan 100 % akan hujan. Siapa yang bisa memastikan besok ia masih bisa bangun dari tidurnya. Tidak ada seorang pun yang bisa memastikan bahwa besok ia masih hidup. Segala sesuatu tidak ada yang pasti. Hanya satu yang pasti, yaitu bahwa tidak ada yang pasti di dunia ini. Demikian juga dengan kedatangan Tuhan Yesus, tidak ada sesorang pun yang bisa memastikan kapan waktu kedatangan-Nya yang kedua. Hanya satu yang pasti bahwa Ia akan datang dengan segera.
Di satu sisi Alkitab menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang tahu dengan pasti kapan Tuhan Yesus datang kedua kali. Termasuk di dalam Why. 22 ini, hanya dikatakan bahwa Ia akan datang segera. Namun, walaupun tidak ada yang tahu kapan Tuhan Yesus datang, ini bukan berarti bahwa kedatangan Tuhan Yesus yang kedua juga tidak pasti. Alkitab menjelaskan bahwa Ia pasti akan datang, hanya saja tidak ada yang tahu kapan waktunya. Dengan jelas sekali Tuhan Yesus yang mengatakan bahwa Ia pasti datang dan hal ini dituguhkan dengan kata amin dalam ay. 20 yang artinya sungguh benar, pasti, bukan bohong. Inilah yang menjadi pengharapan bagi para penerima surat Wahyu ini dan bagi kita saat ini, yaitu bahwa Tuhan Yesus akan datang kembali dan mengangkat kita untuk hidup bersama dengan-Nya. Kalau Tuhan Yesus pasti datang dan kalau kedatangan-Nya itu tidak ada yang tahu kapan waktunya, lalu apa yang harus kita lakukan. Ay. 7 mengatakan, ”... Berbahagialah orang yang menuruti perkataan-perkataan nubuat kitab ini!” Yang harus kita lakukan ialah melakukan perintahnya, setia mengikuti-Nya dan siap sedia kapan pun Ia datang.
Ingat bahwa yang disebut berbahagia adalah orang yang menuruti perkataan Tuhan, bukan orang yang bisa menghitung, menebak, dan meramalkan kapan Ia akan datang. Usaha untuk menghitung, menebak dan meramal kedatangan Tuhan Yesus adalah sama seperti kata Pengkhotbah, usaha menjaring angin. Untuk itu berhentilah menghitung, menebak, meramalkan, bahkan bertanya kapan Tuhan Yesus datang. Namun, teruslah melakukan firman-Nya, bertahan dalam penderitaan dan setia sampai akhir, sehingga ketika Ia datang, Ia menemukan kita setia adanya.
Karena itu ... berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! (1 Kor. 15:58).
Wednesday, April 4, 2007
Akhirnya ...!!!
Wahyu 21
“Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.” (Why. 21:3)
Setelah membaca Why. 21 ini, mungkin sebagian kita akan menghela nafas dan berkata, ”akhirnya ...!!!” Hampir sama dengan apa yang sering kita ungkapkan ketika membaca atau menyaksikan happy ending dari sebuah cerita atau film. Ketika pemeran antagonis (peran yang jahat) kalah dan ketika akhirnya pemeran utama menang, atau mungkin bahagia bersama kekasihnya, saat itulah kita berkata, ”akhirnya ...!!!” Acapkali tidak ada kata lain untuk mengekspresikan dan menggambarkan sebuah happy ending selain kata, ”akhirnya”. Lalu apa yang ”akhirnya” ketika kita membaca Why. 21 ini?
Pertama, akhirnya langit yang baru dan bumi yang baru menjadi nyata. Langit yang baru dan bumi yang baru adalah tempat terakhir, tempat kekal yang menjadi penantian orang Kristen. Tempat di mana orang percaya akan bersekutu dengan Allah untuk selama-lamanya. Kedua, akhirnya penderitaan kita berakhir. Dalam ay. 4 dikatakan bahwa Ia akan menghapus segala air mata, maut tidak ada lagi, perkabungan, ratap tangis dan dukacita tidak ada lagi. Tidak ada penderitaan lagi untuk selama-lamanya. Ketiga, akhirnya kita menang. Peperangan rohani yang terjadi antara kita dengan iblis akhirnya dimenangkan oleh orang-orang percaya. Ay. 7 mengatakan, ”Barang siapa menang, ia akan memperoleh semuanya ini ...” ini adalah jaminan kemenangan bagi orang percaya. Keempat, akhirnya Kristus menebus kita dengan sempurna. Walaupun Kristus telah menebus kita ketika Ia mati di atas kayu salib, namun penebusan yang sempurna terjadi pada langit yang baru dan bumi yang baru, ketika Ia menjadi Allah kita dan kita menjadi anak-Nya.
Kelima, akhirnya iblis dan para pengikutnya mendapatkan hukuman kekal. Dalam ay. 8 dikatakan bahwa mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang. Konsep terpenting dari neraka dalah keterpisahan dari persekutuan yang intim dengan Allah selama-lamanya. Keenam, akhirnya marilah kita setia dan jangan goyah ketika hari ini kita mengalami tantangan, pencobaan, penderitaan, karena pada akhirnya semua itu akan terhapus oleh kebahagiaan sorgawi yang Tuhan janjikan kepada kita. Setialah sampai waktunya tiba! Ketujuh, akhirnya ... akhirnya ... dan akhirnya ...!!! Saya pun tidak dapat berkata-kata lagi.
Akhir dari orang percaya adalah kehidupan kekal, sedangkan akhir dari orang yang tidak percaya adalah kematian kekal.
“Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.” (Why. 21:3)
Setelah membaca Why. 21 ini, mungkin sebagian kita akan menghela nafas dan berkata, ”akhirnya ...!!!” Hampir sama dengan apa yang sering kita ungkapkan ketika membaca atau menyaksikan happy ending dari sebuah cerita atau film. Ketika pemeran antagonis (peran yang jahat) kalah dan ketika akhirnya pemeran utama menang, atau mungkin bahagia bersama kekasihnya, saat itulah kita berkata, ”akhirnya ...!!!” Acapkali tidak ada kata lain untuk mengekspresikan dan menggambarkan sebuah happy ending selain kata, ”akhirnya”. Lalu apa yang ”akhirnya” ketika kita membaca Why. 21 ini?
Pertama, akhirnya langit yang baru dan bumi yang baru menjadi nyata. Langit yang baru dan bumi yang baru adalah tempat terakhir, tempat kekal yang menjadi penantian orang Kristen. Tempat di mana orang percaya akan bersekutu dengan Allah untuk selama-lamanya. Kedua, akhirnya penderitaan kita berakhir. Dalam ay. 4 dikatakan bahwa Ia akan menghapus segala air mata, maut tidak ada lagi, perkabungan, ratap tangis dan dukacita tidak ada lagi. Tidak ada penderitaan lagi untuk selama-lamanya. Ketiga, akhirnya kita menang. Peperangan rohani yang terjadi antara kita dengan iblis akhirnya dimenangkan oleh orang-orang percaya. Ay. 7 mengatakan, ”Barang siapa menang, ia akan memperoleh semuanya ini ...” ini adalah jaminan kemenangan bagi orang percaya. Keempat, akhirnya Kristus menebus kita dengan sempurna. Walaupun Kristus telah menebus kita ketika Ia mati di atas kayu salib, namun penebusan yang sempurna terjadi pada langit yang baru dan bumi yang baru, ketika Ia menjadi Allah kita dan kita menjadi anak-Nya.
Kelima, akhirnya iblis dan para pengikutnya mendapatkan hukuman kekal. Dalam ay. 8 dikatakan bahwa mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang. Konsep terpenting dari neraka dalah keterpisahan dari persekutuan yang intim dengan Allah selama-lamanya. Keenam, akhirnya marilah kita setia dan jangan goyah ketika hari ini kita mengalami tantangan, pencobaan, penderitaan, karena pada akhirnya semua itu akan terhapus oleh kebahagiaan sorgawi yang Tuhan janjikan kepada kita. Setialah sampai waktunya tiba! Ketujuh, akhirnya ... akhirnya ... dan akhirnya ...!!! Saya pun tidak dapat berkata-kata lagi.
Akhir dari orang percaya adalah kehidupan kekal, sedangkan akhir dari orang yang tidak percaya adalah kematian kekal.
Tuesday, April 3, 2007
Masa Damai Seribu Tahun
Wahyu 20
“Lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada mereka diserahkan kuasa untuk menghakimi. Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka, yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang tidak menyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima tandanya pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun.” (Why. 20:4)
Kalau kita mencermati alur dari kitab Wahyu, kita melihat seolah-olah iblis menang dan orang-orang percaya kalah oleh penderitaan dan penganiayaan yang mereka alami. Bahkan orang-orang percaya ketika melihat kehidupan mereka tertindas, mereka mulai bertanya di manakah Allah? Masihkah Allah bertakhta dan berkuasa? Yang nyaris sempurna bukan hanya kuasa iblis, tetapi penderitaan orang Kristen juga sepertinya nyaris sempurna. Namun satu hal yang pasti bahwa semua itu sifatnya hanya sementara, tidak untuk selamanya. Kuasa iblis yang nyaris sempurna hanyalah sementara, demikian juga penderitaan orang Kristen yang nyaris sempurna hanyalah semestara. Akan datang waktunya di mana umat Allah akan merasakan damai dengan Allah.
Penglihatan tentang masa seribu tahun dalam pasal 20 ini menunjukkan bahwa iblis sesungguhnya tidak berdaya untuk menghancurkan umat Allah. Beberapa lukisan yang menunjukkan bahwa kuasa iblis, walaupun ada, tetapi sudah dibatasi. Hal ini digambarkan dengan diikatnya iblis dan dilemparkan ke dalam jurang maut. Dalam bahasa lain iblis telah dibatasi kuasanya dan dibuat menjadi tidak efektif. Penggambaran ini menunjuk pada kebangkitan Yesus, yaitu satu peristiwa ketika Yesus mengalahkan maut. Walaupun iblis masih bisa mengganggu orang percaya, tetapi ia tidak punya kuasa untuk menghacurkannya, karena Kristus telah membatasi kuasanya. Dengan demikian masa damai seribu tahun itu adalah ketika Kristus memerintah atas umat-Nya dan ketika umatnya ada dalam masa damai walaupun ada penderitaan dan penganiayaan.
Apa hubungannya denganku? Mungkin demikian komentar kita ketika membaca penglihatan ini. Jawabannya, sangat berhubungan dan sangat terkait dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen. Pertama, penderitaan yang kita alami karena iman kita sebagai orang Kristen hanyalah sementara. Kedua, ada jaminan dari Allah dia akan memberikan damai bahkan ketika kita masih dalam penderitaan. Ketiga, jangan lengah, tetap setia melakukan kehendak Allah sampai waktunya tiba karena kebahagiaan yang dijanjikan oleh Allah jauh lebih besar dari penderitaan yang kita alami sekarang.
Kebahagiaan yang dijanjikan Allah kepada kita bahkan sudah terjadi dalam penderitaan kita.
“Lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada mereka diserahkan kuasa untuk menghakimi. Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka, yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang tidak menyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima tandanya pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun.” (Why. 20:4)
Kalau kita mencermati alur dari kitab Wahyu, kita melihat seolah-olah iblis menang dan orang-orang percaya kalah oleh penderitaan dan penganiayaan yang mereka alami. Bahkan orang-orang percaya ketika melihat kehidupan mereka tertindas, mereka mulai bertanya di manakah Allah? Masihkah Allah bertakhta dan berkuasa? Yang nyaris sempurna bukan hanya kuasa iblis, tetapi penderitaan orang Kristen juga sepertinya nyaris sempurna. Namun satu hal yang pasti bahwa semua itu sifatnya hanya sementara, tidak untuk selamanya. Kuasa iblis yang nyaris sempurna hanyalah sementara, demikian juga penderitaan orang Kristen yang nyaris sempurna hanyalah semestara. Akan datang waktunya di mana umat Allah akan merasakan damai dengan Allah.
Penglihatan tentang masa seribu tahun dalam pasal 20 ini menunjukkan bahwa iblis sesungguhnya tidak berdaya untuk menghancurkan umat Allah. Beberapa lukisan yang menunjukkan bahwa kuasa iblis, walaupun ada, tetapi sudah dibatasi. Hal ini digambarkan dengan diikatnya iblis dan dilemparkan ke dalam jurang maut. Dalam bahasa lain iblis telah dibatasi kuasanya dan dibuat menjadi tidak efektif. Penggambaran ini menunjuk pada kebangkitan Yesus, yaitu satu peristiwa ketika Yesus mengalahkan maut. Walaupun iblis masih bisa mengganggu orang percaya, tetapi ia tidak punya kuasa untuk menghacurkannya, karena Kristus telah membatasi kuasanya. Dengan demikian masa damai seribu tahun itu adalah ketika Kristus memerintah atas umat-Nya dan ketika umatnya ada dalam masa damai walaupun ada penderitaan dan penganiayaan.
Apa hubungannya denganku? Mungkin demikian komentar kita ketika membaca penglihatan ini. Jawabannya, sangat berhubungan dan sangat terkait dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen. Pertama, penderitaan yang kita alami karena iman kita sebagai orang Kristen hanyalah sementara. Kedua, ada jaminan dari Allah dia akan memberikan damai bahkan ketika kita masih dalam penderitaan. Ketiga, jangan lengah, tetap setia melakukan kehendak Allah sampai waktunya tiba karena kebahagiaan yang dijanjikan oleh Allah jauh lebih besar dari penderitaan yang kita alami sekarang.
Kebahagiaan yang dijanjikan Allah kepada kita bahkan sudah terjadi dalam penderitaan kita.
Monday, April 2, 2007
Undangan Sorgawi
Wahyu 19
“Lalu ia berkata kepadaku: "Tuliskanlah: Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba." Katanya lagi kepadaku: "Perkataan ini adalah benar, perkataan-perkataan dari Allah.” (Why. 19:9)
Jika Saudara mengadakan pesta pernikahan, kira-kira siapa yang akan Saudara undang? Jawabannya sudah pasti adalah para kerabat, teman atau paling tidak orang yang Saudara kenal. Saya yakin jarang bahkan tidak mungkin Saudara akan mengundang orang yang tidak Saudara kenal. Demikian juga dalam perjamuan kawin Anak Domba, yaitu simbol pertemuan Allah dengan umat-Nya, setiap orang yang berkenan kepadanya, yang Tuhan ”kenal” akan diundang dalam perjamuan tersebut. Pertanyaan buat kita adalah apakah kita termasuk yang diudang dalam pesta sorgawi tersebut?
Penglihatan dalam pasal 19 ini memperlihatkan kebahagiaan sorga sebagai perjamuan besar, yang kepadanya orang-orang percaya pun diundang. Perkawinan Anak Domba ini sebagai lukisan yang indah dan paling intim tentang persatuan antara Allah dan umat-Nya. Ini adalah persatuan yang sempurna antara Kristus dan umat-Nya. Hal ini juga yang menjadi penghiburan bagi orang percaya dalam penderitaan yang mereka hadapi karena iman mereka, yaitu kelak mereka akan bersekutu dengan Allah. Dalam ay. 9 dikatakan, ”Berbahagialah mereka yang diundang ke dalam perjamuan kawin Anak Domba ...” Perkataan ini mengindikasikan bahwa ada yang tidak akan mendapatkan undangan, yaitu mereka yang mengikuti sang iblis, barangkali mereka yang memakai tanda 666. Mendapatkan undangan sorgawi ini adalah satu kebahagiaan terbesar dan itu hanya diberikan kepada mereka yang setia, yaitu yang berpakaian lenan halus (orang-orang percaya yang tidak tercemar oleh penyesatan iblis). Termasukkah kita di dalamnya?
Termasuk dalam kelompok manakah kita? Dalam kelompok orang-orang yang diundang atau tidak diundang? Jawabannya ada pada Saudara. Jika Saudara setia kepada Tuhan dan tidak terjerumus oleh tawaran iblis yang seolah-olah manjanjikan dan tidak terkecoh dengan kekuatan iblis yang nyaris sempurna – tetapi tidak sempurna – yakinlah bahwa Saudara termasuk dalam kelompok orang-orang yang akan diundang. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya, sekali lagi, satu kata untuk Saudara, ”Bertobatlah ...!!!” Jangan tunda; sekaranglah waktunya, selagi ada kesempatan untuk mendapatkan undangan sorgawi itu dan berbahagia bersama dalam persekutuan yang intim dengan Allah.
Dapatkanlah undangan Sorgawi sebelum segala sesuatu berubah menjadi kekekalan yang tidak dapat diubah .
“Lalu ia berkata kepadaku: "Tuliskanlah: Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba." Katanya lagi kepadaku: "Perkataan ini adalah benar, perkataan-perkataan dari Allah.” (Why. 19:9)
Jika Saudara mengadakan pesta pernikahan, kira-kira siapa yang akan Saudara undang? Jawabannya sudah pasti adalah para kerabat, teman atau paling tidak orang yang Saudara kenal. Saya yakin jarang bahkan tidak mungkin Saudara akan mengundang orang yang tidak Saudara kenal. Demikian juga dalam perjamuan kawin Anak Domba, yaitu simbol pertemuan Allah dengan umat-Nya, setiap orang yang berkenan kepadanya, yang Tuhan ”kenal” akan diundang dalam perjamuan tersebut. Pertanyaan buat kita adalah apakah kita termasuk yang diudang dalam pesta sorgawi tersebut?
Penglihatan dalam pasal 19 ini memperlihatkan kebahagiaan sorga sebagai perjamuan besar, yang kepadanya orang-orang percaya pun diundang. Perkawinan Anak Domba ini sebagai lukisan yang indah dan paling intim tentang persatuan antara Allah dan umat-Nya. Ini adalah persatuan yang sempurna antara Kristus dan umat-Nya. Hal ini juga yang menjadi penghiburan bagi orang percaya dalam penderitaan yang mereka hadapi karena iman mereka, yaitu kelak mereka akan bersekutu dengan Allah. Dalam ay. 9 dikatakan, ”Berbahagialah mereka yang diundang ke dalam perjamuan kawin Anak Domba ...” Perkataan ini mengindikasikan bahwa ada yang tidak akan mendapatkan undangan, yaitu mereka yang mengikuti sang iblis, barangkali mereka yang memakai tanda 666. Mendapatkan undangan sorgawi ini adalah satu kebahagiaan terbesar dan itu hanya diberikan kepada mereka yang setia, yaitu yang berpakaian lenan halus (orang-orang percaya yang tidak tercemar oleh penyesatan iblis). Termasukkah kita di dalamnya?
Termasuk dalam kelompok manakah kita? Dalam kelompok orang-orang yang diundang atau tidak diundang? Jawabannya ada pada Saudara. Jika Saudara setia kepada Tuhan dan tidak terjerumus oleh tawaran iblis yang seolah-olah manjanjikan dan tidak terkecoh dengan kekuatan iblis yang nyaris sempurna – tetapi tidak sempurna – yakinlah bahwa Saudara termasuk dalam kelompok orang-orang yang akan diundang. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya, sekali lagi, satu kata untuk Saudara, ”Bertobatlah ...!!!” Jangan tunda; sekaranglah waktunya, selagi ada kesempatan untuk mendapatkan undangan sorgawi itu dan berbahagia bersama dalam persekutuan yang intim dengan Allah.
Dapatkanlah undangan Sorgawi sebelum segala sesuatu berubah menjadi kekekalan yang tidak dapat diubah .
Subscribe to:
Posts (Atom)
SIBUK BELUM TENTU BAIK, DIAM TAK SELALU BURUK
Nats: Lukas 10:38-42 “Tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (...

-
"Kemudian, Allah berkata, "Marilah sekarang Kita membuat manusia menurut gambar Kita, dalam keserupaan Kita. ... Maka, Allah me...
-
2 Timotius 1 “Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu.” (2 Tim. ...
-
Nats: Lukas 10:38-42 “Tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (...